Selasa, 15 Juni 2010

Askep Hidrosefalus

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis ( CSS ) dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Harus dibedakan dengan pengumpulan cairan local tanpa tekanan intracranial yang meninggi seperti pada kista porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan sesudah terjadinya atrofi otak.
2. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen Monroi, foramen Luschka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Secara teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, tetapi dalam klinik sangat jarang dijumpai ; misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Berkurangnya absorpsi CSS yang pernah dikemukakan dalam kepustakaan pada obstruksi kronis pada aliran vena otak pada thrombosis sinus longitudinalis. Contoh lain ialah terjadinya hidrosefalus setelah koreksi bedah dari spina bifida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk absorpsi. Penyebab penyumbatan untuk aliran CSS yang sering terdapat pada bayi ialah kelahiran bawaan ( congenital ), infeksi, neoplasma, dan perdarahan.



3. Manifestasi Klinis
Gejala yang tampak berupa gejala akibat tekanan intracranial yang meninggi. Pada bayi biasanya disertai pembesaran tengkorak, bila tekanan yang meninggi ini terjadi sebelum sutura tengkorak menutup. Gejala tekanan intracranial yang meninggi dapat berupa muntah, nyeri kepala, dan pada anaak yang aagak besar mungkin terdapat udema pupil saraf otak II pada pemeriksaan fundus kopi. Kepala terlihat lebih besar bila dibandingkan dengan tubuh. Ini dipastikan dengan mengukur lingkar kepala suboksipito-bregmatikus dibandingkan dengan lingkar dada dan angka normal pada usia yang sama. Lebih penting lagi ialah pengukuran berkala lingkar kepala, yaitu untuk melihat pembesran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal.
Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol. Dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala. Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan pula craked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang supraorbita. Sklera tampak di atas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang akan terbenam. Pergerakan bola mata yang tidak teratur dan nistagmus tidak jarang terdapat. Kerusakan saraf yang member gejala kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran, motoris atau kejang, kadaang-kadang gangguan pusat vital, bergantung kemampuan kapala untuk membesar dalam mengatasi tekanan intracranial yang meninggi. Bila proses berlangsung lambat, mungkin tidak terdapat gejala neurologis walaupun telah terdapat pelebaran ventrikel yang hebat; sebaliknya ventrikel yang belum begitu meleebar akan tetapi berlangsung dengan cepat sudah dapat memperlihatkan kelainan neurologis yang nyata.

4. Pathofisiologi
Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri atas sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh plekssus koroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan araknoid yang meliputi susunan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subaraaknoid melalui voramen Magendiedi median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV. Aliraan CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke ventrikel III,dari tempat ini melaalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luscka dan Magendie ke dalam subaraknoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler.

5. Komplikasi
• Peningakatan tekanan intrakanial ( TIK )
• Kerusakan otak sehingga IQ menurun
• Infeksi : septikimia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak.
• Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
• Kematian

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemindahan CT, cara yang paling baik untuk mendiagnosis hidrocephalus
b. Pungsi langsung ke dalam ventrikel melalui fontanel anterior, untuk memantau tekanan CSS
c. Magnetic resonance imaging ( MRI ), dapat untuk lesi kompleks
d. Lingkar kepala pada masa bayi

7. Pathway
Infeksi pada masa Gangguan perkembangan Neoplasma cedera infeksi
dalam kandungan organ janin kepala
obstruksi saluran perlengketan
CSS perdarahan meningen


Obliterasi ruang
Sel arakhnoid
Pembentukan CSS lebih banyak &
Kecepatan absorpsi normal

Pelebaran ruang tempat mengalirnya CSS

HIDROSEFALUS

TIK kurang pajanan
informasi
Pada bayi dg mual, muntah kerusakan saraf
Sutura blm menutup

Pembesaran tulang intake inadekuat gang. Kesadaran
tengkorak

kondisi kepala BB ( ganggn gang.transportasi
yg membesar perkembangan ) ion natrium, kalium

kulit kepala gang. motoris
meregang & tipis kejang

psn. Tidak bisa
menggrkan kpala


8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Pada sebagian pasien pembesaran kepala berhenti sendiri ( arrested hyrdosefalus ), mungkin oleh rekanalisasi ruang subaraknoid atau kompensasi pembentukan CSS yang berkurang ( Laurence, 1965). Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100 %, kecuali bila penyebabnya ialah tumor yang masih dapat diangkat.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan Prabedah :
1. Pantau, cegah, dan halangi bila ada peningkatan TIK
a. Letakkan anak dalam posisi nyaman dengan cara menaikkan kepala tempat tidur setinggi 30 derajat ( untuk mengurangi kongesti dan meningkatkan drainase ).
b. Pantau adanya tanda – tanda peningktan TIK.
 Peningkatan frekwensi pernapasan, penurunan denyut apeks, peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu badan.
 Penurunan tingkat kesadaran.
 Aktivitas kejang.
 Muntah.
 Perubahan ukuran, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil.
 Fontanel “penuh”, cenderung menonjol.
c. Turunkan stimulus luar.
d. Siapkan oksigen dan alat penghisap di sisi tempat tidur.
2. Siapkan anak dan orang tua untuk menghadapi prosedur pembedahan.
a. Berikan penjelasan yang sesuai dengan usia.
b. Berikan dan kuatkan keterangan yang diberikan pada orang tua tentang kondisi dan pengobatan anak.



Perawatan Pascabedah :
1. Pantau tanda – tanda vital dan status neurologik anak ; Laporkan adanya peningkatan TIK ( ukuran, penuhnya, ketegangan fontanel anterior ), penurunan tingkat kesadaran, anoreksia, muntah, konvulasi, kejang, atau kelembaman.
2. Pantau dan laporkan adanya gejala – gejala infeksi ( demam, nyeri tekan, inflamasi, mual, dan muntah ).
3. Pantau dan pertahankan fungsi pirau.
a. Laporkan gejala malformasi pirau ( iritabilitas, penurunan tingkat kesadarn, muntah ).
b. Periksa pirau untuk kepenuhan.
c. Naikkan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 dertajat ( untuk meningkatkan drainase dan menurunkan kongeti vena ).
d. Posisikan anak miring kekiri ( sisi non - bedah ).
e. Pertahankan tirah baring selama 24 sampai 72 jam.
f. Pantau adanya aktivitas serangan.
4. Bantu anak dan orang tua dalam mengatasi stress emosional karena hospitalisais dan pembedahan.
a. Berikan informasi yang sesuai dengan usia sebelum prosedur dilakukan.
b. Dorong partisipasi dalam kegiatan rekreasi dan hiburan.
c. Masukan rutinitas anak dirumah ke dalam aktivitas sehari – hari.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnese
1) Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
2) Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi :
Anak dapat melioha keatas atau tidak.
Pembesaran kepala.
Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
2) Palpasi
Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3) Pemeriksaan Mata
Akomodasi.
Gerakan bola mata.
Luas lapang pandang
Konvergensi.
Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
c. Observasi Tanda –tanda vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
Peningkatan sistole tekanan darah.
Penurunan nadi / Bradicardia.
Peningkatan frekwensi pernapasan.
d. Diagnosa Klinis :
Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )
Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)
Opthalmoscopy : Edema Pupil.
CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer.
Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif
1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial .
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar
Tujuan ; Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang
Intervensi :
Jelaskan Penyebab nyeri.
1. Atur posisi Klien
2. Ajarkan tekhnik relaksasi
3. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik
Persiapan operasi
2) Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.
Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya.
Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.
Intervensi :
Dorong orang tua untuk berpartisipasi sebanyak mungkin dalam merawat anaknya.
Jelaskan pada orang tua tentang masalah anak terutama ketakutannya menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadap kerusakan otak.
Berikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan berikan jawaban dengan benar dan sejujurnya serta hindari kesalahpahaman.
3) Potensial Kekurangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah.
Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.
Intervensi :
Kaji tanda – tanda kekurangan cairan
Monitor Intake dan out put
Berikan therapi cairan secara intavena.
Atur jadwal pemberian cairan dan tetesan infus.
Monitor tanda – tanda vital.

Post – Operatif.
4) Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan shunt.
Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.
Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang
Intervensi :
Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.
Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan – lahan dengan interval yang telah ditentukan.
Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt.
Berikan posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt.
Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat)
Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya
5) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil.
Intervensi :
Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.
Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan.
Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau – bauan yang tidak enak.
Monitor therapi secara intravena.
Timbang berta badan bila mungkin.
Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)
Berikan makanan ringan diantara waktu makan
6) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi.
Intervensi :
Monitor terhadap tanda – tanda infeksi.
Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan
Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh.
Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt.
7) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur sehubungan dengan imobilisasi.
Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.
Intervensi :
Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.
Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur.
Jagalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.
Berikan latihan secara pasif dan perlahan – lahan




DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit.Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
FKUI. 2003.Buku Kuliah Kesehatan Anak, FKUI : Jakarta
Matondang, Corry S.dkk. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak. PT Agung Seto: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar