Sabtu, 26 Maret 2011

askep

Apakah Thalassemia itu?
Thalassemia adalah penyakit keturunan dengan gejala utama pucat, perut tampak membesar karena pembengkakan limpa dan hati, apabila tidak diobati dengan baik akan terjadi perubahan bentuk tulang muka dan warna kulit menjadi menghitam. Penyebab penyakit ini adalah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga produksi hemoglobin berkurang.
Apakah hemoglobin?
Hemoglobin adalah suatu zat di dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut zat asam dari paru-paru ke seluruh tubuh, selain itu yang memberikan warna merah sel darah merah. Hemoglobin terdiri dari 4 molekul zat besi (heme), 2 molekul rantai globin alpha dan 2 molekul rantai globin beta. Rantai globin alpha dan beta adalah protein yang produksinya disandi oleh gen globin alpha dan beta.Apakah gen globin alpha dan gen globin beta?Setiap sifat dan fungsi fisik pada tubuh kita dikontrol oleh gen, yang bekerja sejak masa embrio. Gen terdapat di dalam setiap sel tubuh kita. Setiap gen selalu berpasangan. Satu belah gen berasal dari ibu, dan yang lainnya dari ayah. Diantara banyak gen dalam tubuh kita, terdapat sepasang gen yang mengontrol pembentukan hemoglobin pada setiap sel darah merah. Gen tersebut dinamakan gen globin. Gen-gen tersebut terdapat di dalam kromosom.Bagaimana terjadinya penyakit thalassemia?Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Bila kelainan pada gen globin alpha maka penyakitnya disebut thalassemia alpha, sedangkan kelainan pada gen globin beta akan menyebabkan penyakit thalassemia beta. Karena di Indonesia thalassemia beta lebih sering didapat maka selanjutnya kami hanya akan menjelaskan mengenai thalassemia beta.
Bagaimana cara penurunannya?
Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homosigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia.Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Dari skema diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat thalassemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalassemia beta, dan 25% thalassemia beta mayor (anemia berat).
Bagaimana terjadinya gejala pucat atau anemia?
Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang terdapat di dalam darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein yang dibentuk oleh rantai globin alfa dan rantai globin beta. Pada penderita thalassemia beta, produksi rantai globin beta tidak ada atau berkurang. Sehingga hemoglobin yang dibentuk berkurang. Selain itu berkurangnya produksi rantai globin beta mengakibatkan rantai globin alfa relatif berlebihan dan akan saling mengikat membentuk suatu benda yang menyebabkan sel darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi hemoglobin dan mudah rusaknya sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi pucat atau anemia atau kadar Hbnya rendah.Mengapa limpa membesar pada penderita thalassemia?Limpa berfungsi membersihkan sel darah yang sudah rusak. Selain itu limpa juga berfungsi membentuk sel darah pada masa janin. Pada penderita thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limpa sangat berat. Akibatnya limpa menjadi membengkak. Selain itu tugas limpa lebih diperberat untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak.Mengapa terjadi perubahan bentuk tulang muka?Sumsum tulang pipih adalah tempat memproduksi sel darah. Tulang muka adalah salah satu tulang pipih, Pada thalassemia karena tubuh selalu kekurangan darah, maka pabrik sel darah daiam hal ini sumsum tulang pipih akan berusaha memproduksi sel darah merah sebanyak-banyaknya. Karena pekerjaannya yang meningkat maka sumsum tulang ini akan membesar, pada tulang muka pembesaran ini dapat dilihat dengan jelas dengan adanya penonjolan dahi, jarak antara kedua mata menjadi jauh, tulang pipi menonjol.Apakah pengobatan penyakit thalassemia?Sampai saat ini belum ada obat yang menyembuhkan penyakit thalassemia secara total. Pengobatan yang paling optimal adalah transfusi darah seumur hidup dan mempertahankan kadar Hb selalu sama atau di atas 12 g/dl dan mengatasi akibat samping transfusi darah.Apakah efek samping transfusi darah?Efek samping transfusi darah adalah kelebihan zat besi dan terkena penyakit yang ditularkan melalui darah yang ditransfusikan. Setiap 250 ml darah yang ditransfusikan selalu membawa kira-kira 250 mg zat besi. Sedangkan kebutuhan normal manusia akan zat besi hanya 1-2 mg perhari. Pada penderita yang sudah sering mendapatkan transfusi kelebihan zat besi ini akan ditumpuk di jaringan-jaringan tubuh seperti hati, jantung, paru, otak, kulit dll. Penumpukan zat besi ini akan mengganggu fungsi organ tubuh tersebut dan bahkan dapat menyebabkan kematian akibat kegagalan fungsi jantung atau hati. Bagaimana mengatasi kelebihan zat besi?Pemberian obat kelasi besi atau pengikat zat besi (nama dagangnya Desferal) secara teratur dan terus menerus akan mengatasi masalah kelebihan zat besi. Obat kelasi besi (Desferal) yang saat ini tersedia di pasaran diberikan melalui jarum kecil ke bawah kulit (subkutan) dan obatnya dipompakan secara perlahan-lahan oleh alat yang disebut “syringe driver”. Pemakaian alat ini diperlukan karena kerja obat ini hanya efektif bila diberikan secara perlahan-lahan selama kurang lebih 10 jam per hari. Idealnya obat ini diberikan lima hari dalam seminggu seumur hidup.Bagaimana mencegah kelahiran penderita thalassemia?Kelahiran penderita thalassemia dapat dicegah dengan 2 cara. Pertama adalah mencegah perkawinan antara 2 orang pembawa sifat thalassemia. Kedua adalah memeriksa janin yang dikandung oleh pasangan pembawa sifat, dan menghentikan kehamilan bila janin dinyatakan sebagai penderita thalassemia (mendapat kedua gen thalassemia dari ayah clan ibunya).Siapa yang harus diperiksa untuk kemungkinan
pembawa sifat thalassemia?Sebaiknya semua orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat thalassemia beta. Karena frekuensi pembawa sifat thalassemia beta di Indonesia berkisar antara 6-10%, artinya setiap 100 orang ada 6 sampai 10 orang pembawa sifat thalassimia beta. Terlebih lagi apabila ada riwayat seperti di bawah ini, pemeriksaan pembawa sifat thalassemia sangat dianjurkan:
1. Ada saudara sedarah yang menderita thalassemia beta.
2. Kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl, walaupun sudah minum obat penambah darah seperti zat besi.
3. Ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal.
Bagaimana prosedur diagnosis prenatal?Diagnosis prenatal melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pemeriksaan ibu janin yang meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Bila ibu dinyatakan pembawa sifat thalassemia beta maka pemeriksaan dilanjutkan ke tahap kedua yaitu suami diperiksa darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Bila suami juga membawa sifat thalassemia maka suami-isteri ini diperiksa DNAnya untuk menentukan jenis kelainann pada gen globin beta.
Selanjutnya diambil jaringan janin (villi choriales atau jaringan ari-ari) pada saat janin berumur 10-12 minggu untuk diperiksa DNAnya. Bila janin ternyata hanya mebawa satu belah gen globin beta yang mengalami kelainan (gen thalassemia beta) atau sama sekali tidak membawa gen thalassemia beta maka kehamilan dapat diteruskan dengan aman. Tetapi bila janin ternyata membawa kedua belah gen thalassemia yang artinya janin akan menderita thalassemia beta maka penghentian kehamilan dapat menjadi pilihan.Bagaimanakah prosedur dan apakah akibat tindakan
pengambilan jaringan ari-ari terhadap janin?Pengambilan jaringan janin dari ari-ari dilakukan dengan menusukkan jarum melalui jalan lahir atau dinding perut ke dalam alat kandungan clan menembus ke ari-ari, kemudian pada daerah ari-ari yang disebut villi choriales diambil dengan cara aspirasi sejumlah jaringan tersebut untuk bahan pemeriksaan DNA. Prosedur ini dilakukan oleh dokter ahli kandungan yang sudah berpengalaman melakukan tindakan ini. Prosedur ini dilakukan pada kehamilan 11 minggu. Tindakan ini mempunyai risiko keguguran sebesar 2-3%. Cara lain untuk mendapat sel dari janin adalah dengan pengambilan cairan amnion yang baru dapat dilakukan pada kehamilan 15 minggu. Risiko abortus pada prosedur ini adalah 1%.Bagaimana mengetahui seseorang adalah
pembawa sifat thalassemia beta?Karena penampilan sebagian besar pembawa sifat thalassemia beta tidak dapat dibedakan dengan individu normal, maka pembawa sifat thalassemia beta hanya dapat ditentukan dengan pemeriksaan darah yang mencakup darah tepi lengkap clan analisis hemoglobin.Dimana dapat diperiksa untuk kemungkinan
pembawa sifat thalassemia?
Pemeriksaan pembawa sifat thalassemia beta dapat dilakukan di Lembaga Eijkman, Jalan Diponegoro 69 Jakarta pada setiap hari Senin s/d Jum’at jam 9.00 s/d 14.00. Biaya pemeriksaan adalah Rp. 150.000,-/per orang (harga sewaktu-waktu dapat berubah). Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan oleh beberapa laboratorium lain.

Kamis, 12 Agustus 2010

FAMILY PLANING

FAMILY PLANNING
( KELUARGA BERENCANA )


DEFENISI
Keluarga berencana merupakan suatu perencanaan tentang waktu yang tepat untuk memiliki anak. Di dalam keluarga berencana terdapat teknik kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan sebagai upaya untuk mengatur kehamilan.
Jika pasangan yang sudah menikah memiliki kesuburan baik, 90% pasangan wanita akan hamil dalam satu tahun bila mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi (Gunningham, et al., 1997). Oleh karena itu untuk pengaturan waktu kehamilan, tidak terlepas dari peran alat kontrasepsi. Kehamilan tak terencana dapat menyebabkan gangguan mayor di dalam kehidupan seorang wanita yang berdampak pada kesehatan ibu dan neonatus.

PERAN PERAWAT DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA
Peran perawat dalam program keluarga berencana adalah sebagai konselor dan edukator. Untuk melaksanakan ini perawat harus memiliki informasi terbaru dan akurat tentang metode kontrasepsi. Hampir sebagian dari kehamilan yang tidak direncanakan terjadi pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi namun salah dan tidak konsisten dalam penggunaannya. Hal ini dapat dicegah bila wanita memiliki pendidikan yang adekuat terhadap metoda kontrasepsi yang mereka pilih. Maka perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pendidikan tentang teknik kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan, cara penggunaan yang tepat, dan fokus konselingnya haruslah pada kebutuhan dan kenyamanan pasangan yang akan menggunakan alat kontrasepsi.

PERTIMBANGAN DALAM MEMILIH METODE KONTRASEPSI
Metode kontrasepsi sempurna belum dapat diciptakan oleh manusia. Setiap metoda kontrasepsi memiliki keuntungan dan kerugian masing- masing. Terkadang seorang wanita mencoba berbagai macam alat kontrasepsi sebelum menemukan metoda kontrasepsi yang cocok dan memuaskan.Perawat perlu memberikan pertimbangan-pertimbangan yang membantu seorang wanita memilih metoda yang paling memenuhi kebutuhan mereka. Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain:
1.Keamanan
Keamanan metode kontrasepsi merupakan pertimbangan utama dalam penggunaanya. Status kesehatan yang berbeda beda terkadang menyebabkan beberapa alat kontrasepsi tidak aman digunakan. Contohnya oral kontrasepsi tidak dianjurkan pada wanita dengan tromboplebitis atau stroke karena hormon yang dikandungnya dapat meningkatkan resiko keparahan penyakit tersebut dan diafragma (cap servix) tidak aman digunakan pada wanita dengan riwayat toxic shock syndome.
2.Perlindungan terhadap penyakit menular seksual
Tidak ada kontrasepsi yang 100% efektif mencegah Penyakit Menular Seksual. Resiko paparan terhadap Penyakit Menular Seksual harus dipertimbangkan dalam memberikan konseling tentang pilihan alat kontrasepsi. Kondom pria memberikan perlindungan yang baik terhadap penularan Penyakit Menular Seksual. Kondom ini harus dupakai jika salah satu pasangan mengidap Penyakit Menular Seksual meskipun pasangan tersebut telah menggunakan alat kontrasepsi lain.
3.Efektifitas
Efektifitas suatu alat kontrasepsi ditentukan oleh keberhasilan atau kegagalan alat kontrasepsi tersebut melindungi seseorang wanita dari kehamilan. Metoda sterilisasi dianggap yang paling efektif namun tidak dapat digunakan pada pasangan yang ingin anak lagi dikemudian hari. IUD juga merupakan metoda yang efektif tapi terkadang tidak menjadi pilihan karena efek samping atau kepercayaan yang dianut oleh pasangan.
4.Pilihan pribadi dan kecendrungan
Pilihan pribadi dan kecendrungan juga merupakan hal penting dalam memilih metode kontraseps. Jika seorang wanita berasumsi bahwa kontrasepsi yang dipilih terlalu sulit digunakan, menghabiskan banyak waktu atau terlalu banyak aturan akan menurunkan motifasi dan kekonsistenan pasangan tersebut untuk menggunakannya. Pendidikan yang diterima tentang metode kontrasepsi akan mempengaruhi persepsi pasangan terhadap kontrasepsi.
5.Education needed
Beberapa metoda kontrasepsi tidak membutuhkan pendidikan khusus, seperti kondom. Namun ada beberapa metode yang membutuhkan informasi lengkap agar metode tersebut menjadi efektif.
6.Efek samping
Efek samping penggunaan metoda kontrasepsi harus dijabarkan dengan lengkap kepada pasangan. Jika pasangan sudah mengetahui efek sampingnya lalu kemudian tetap memilih kontrasepsi tersebut, mereka akan lebih dapat bertoleransi pada efek samping yang ditimbulkan daripada pasangan yang tidak mengetahui efek samping sama sekali.
7.Pengaruh pada kepuasan seksual
Metode coitus related contraceptive, seperti spermisida dan metoda barrier, harus digunakan sebelum berhubungan seksual. Hal ini dapat menurunkan kepuasan seksual dan meningkatkan resiko penurunan minat terhadap metoda tersebut.
8.Ketersediaan
Kondom dan spermisida dapat diperoleh tanpa resep dokter. Pasangan dapat memiliki bahan ini tanpa harus berkonsultasi terlebih dahulu. Hal ini penting dipertimbangkan pada pasangan yang tidak dapat terbuka pada tenaga kesehatan tentang aktivitas seksual.

9.Biaya
Pada pasangan berpenghasilan rendah, faktor biaya menjadi hal penting dalam pemilihan metoda kontrasepsi. Pasangan tersebut mungkin akan lebih suka memilih menggunakan kondom daripada metoda sterilisasi yang relatif lebih mahal.
10.Agama dan kepercayaan
Agama dan kepercayaan akan mempengaruhi pilihan. Penganut katolik roma tidak memperkenankan metoda kontrasepsi apapun selain metoda alamiah.
11.Budaya
Budaya juga mempengaruhi pemilihan metoda kontrasepsi. Keturunan afrika-amerika banyak memilih sterilisasi pada wanita daripada sterilisasi pria, sedangkan pria latin tidak berminat tehadap penggunaan kondom dan menganut kebudayaan memiliki banyak keturunan.
Pada beberapa daerah, kontrasepsi tidak akan pernah digunakan sampai pasangan tersebut berhasil memperoleh anak laki-laki.
12.Informed consent
Beberapa meroda kontrasepsi memiliki efek yang berbahaya. Oleh karena itu, informed consent perlu disertakan untuk menyatakan bahwa pasangan mengerti resiko dan keuntungan dari metoda yang mereka pilih sehingga dapat menjadi aspek legal perawat.
METODA KONTRASEPSI
a.Tujuan penggunaan kontrasepsi
Dalam keluarga berencana, penggunaan metoda kontrasepsi menjadi sangat penting dengan tujuan :
1.Menunda kehamilan. Pasangan dengan istri berusia dibawah 20 tahun dianjurkan menunda kehamilannya karena alat reproduksi wanita belum berkembang dengan baik dan belum siap untuk memulai proses kelahiran.
Alasan menunda kehamilan adalah:
a.Usia dibawah 20 tahun adalah usia resiko tinggi kehamilan karena kematangan alat reproduksi belum sempurna
b.Prioritas penggunaan pil karena akseptor masih muda
c.Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena pasangan muda sering melakukan hubungan seksual ( frekuensi tinggi ) sehingga akan mempunyai angka kegagalan yang tinggi
d.Penggunaan AKDR dapat digunakan karena efektif dan bersifat sementara sehingga apabila pasangan siap memiliki anak, AKDR tersebut dapat dilepas
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan adalah :
a.Reversibility yang tinggi karena akseptor belum mempunyai anak
b.Efektifitas reatif tinggi, penting karea dapat menyebabkan kehamilan beresiko tinggi
Kontrasepsi yang sesuai yaitu : Pil, AKDR, Metoda alamiah.
2.Menjarangkan kehamilan
Masa saat istri berusia 20-30 tahun adalah masa yang paling baik untuk melahirkan 2 orang anak dengan jarak kehamilan 3-4 tahun.
Alasan-alasan penjarangan kehamilan adalah :
a. Usia 20-30 tahun merupakan usia emas untuk mengandung dan melahirkan
b. Segera setelah anak lahir, dianjurkan menggunakan akdr sbg pilihan utama
c. Kegagalan yg mybbkn kehamilan cukup tinggi namun tdk/krg berbahaya karena akseptor berada pada usia yang baik untuk melahirkan
Kontrasepsi yang digunakan sebaiknya harus memiliki kriteria berikut :
a. Reversibility cukup tinggi
b. Efektifitas cukup tinggi
c. Dapat dipakai 3-4 tahun
d. Tidak menghambat produksi asi
Kotrasepsi yang dianjurkan untuk pasangan adalah AKDR, Pil, Suntik, Metoda alamiah, dan susuk ( hormone implant ).
3.Meniadakan kehamilan ( mengakhiri kesuburan )
Saat usia istri di atas 30 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 anak karena usia tersebut memasuki usia rentan dan komplikasi kehamilan tinggi.
Kontrasepsi yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Efektivitas sangat tinggi karena kegagalan dapat menyebabkan kehamilan resiko tinggi terhadap ibu dan anak
b. Reversibilitas rendah
c. Dapat dipakai untuk jangka panjang
d. Tidak menambah kelainan yang sudah ada
Anjuran kontrasepsi yang dipakai adalah kontap (tubektomi/vasektomi), susuk, AKDR, suntikan, dan metoda alamiah.
JENIS-JENIS METODA KONTRASEPSI
Beberapa jenis metoda kontrasepsi yang dapat dipakai adalah
1.Metoda biologi/alamiah
2.Metoda kimiawi
3.Metoda mekanik
4.Metoda pembedahan
1.Metoda biologis/alamiah
a. Metode Amenorea Laktasi (MAL):
•Metode amenorea laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yg mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI)
•MAL sebagai kontrasepsi bila :
-Menyususi secara penuh (full breast feeding)
-Belum haid
-Umur bayi kurang dari 6 bulan
•Efektif sampai 6 bulan
•Harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi lainnya
Cara Kerja Penundaan/penekanan ovulasi
Keuntungan kontrasepsi:
•Efektivitas tinggi (keberhasilan 98 % pada enam bulan I pasca persalinan)
•Segera efektif
•Tidak mengganggu senggama
•Tidak ada efek samping sistemik
•Tidak perlu pengawasan medic
•Tidak perlu obat atau alat
•Tanpa biaya
Keuntungan nonkontrasepsi:
1.Untuk Bayi
•Mendaptkan kekebalan pasif (mdapatkan antibodi perlindunagn lewat ASI)
•Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna utk tumbang bayi yg optimal
•Terhindar dari keterpaparan thdp kontamiasi dari air, susu lain atau formula, atau alat minum yang dipakai
2.Untuk Ibu
•Mengurangi perdarahan pascapersalinan
•Mengurangi resiko anemia
•Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi
Keterbatasan
•Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalm 30 menit pascapersalinan
•Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi social
•Efektivitas tinggi8 hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6 bulan
•Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV DAN HIV/AIDS
Yang Dapat Menggunakan MAL
Ibu yang menyusui secara eksusif, bayinya berumur kurang dari 6 bulan dan belum mendapat haid setelah melahirkan.
Yang Seharusnya Tidak Pakai MAL
•Sudah mendapat haid sesudah bersalin
•Tidak menyusui secara ekslusif
•Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan
•Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam
Instruksi Kepada Klien ( Hal Yang Harus Disampaikan Kepada Klien)
•Seberapa sering harus menyusui ?
Bayi disusui secara on demand (menurut kebutuhan bayi). Biarkan bayi menyelesaikan menghisap dari satu payudara sebelum memberikan payudara lain, supaya bayi mendapat cukup banyak susu akhir (hind milk). Bayi hanya membutuhkan sedikit ASI dari payudara berikut atau sama sekali tidak memerlukan lagi. Ibu dapat memulai dengan memberikan payudara lain pada waktu menyusui berikutnya sehingga kedua payudara memproduksi banyak susu.
•Biarkan bayi menghisap sampai dia sendiri yang melepaskan hisapannya
•Susui bayi ibu juga pada malam hari karena menyusui pada waktu malam hari membantu mempertahankan kecukupan persediaan ASI
•Bayi terus disusukan walau ibu/bayi sedang sakit
•ASI dapat disimpan dalam lemari pendimgin
•Kapan mulai memberikan makanan padat sebagai pendamping ASI?
Selama bayi tumbuh dan berkembang dengan baik serta kenaikan berat badan cukup, bayi tidak memerlukan makanan selain ASI sampai dengan umur 6 bulan.
•Apabila Ibu menggantikan ASI dengan minuman atau makanan lain, bayi akan menghisap kurang sering dan akibatnya menyusui tidak lagi efektif sebagai metode kontrasepsi
•Haid
Ketika ibu mulai dapat haid lagi, itu pertanda ibu sudah subur kembali dan harus segera mulai metode KB lainnya.
•Untuk kontrasepsi dan kesehatan
-Anda memerlukan metode kontrasepsi lain ketika anda mulai dapat haid lagi, jika Anda tidak lagi menyusui secar ekslusif atau bila bayi Anda sudah berumur 6 bulan.
-Konsultasi dengan bidan/dokter atau klinik/Puskesmas sebelum Anda mulai memakai metode kontrasepsi lainnya.
-Jika suami/pasangan Anda beresiko tinggi terpapar IMS, AIDS harus pakai ketika pakai MAL.
•Apa yg hrs dilakukan jk Anda menyusui tdk secara ekslusif/berhenti menyusui ?
-Anda perlu kondom atau metode kontrasepsi lain ketik anda tidak meyusui lagi secara ekslusif
-Ke klinik KB untuk membantu memilihkan atau memberikan metode kontrasepsi lain yang sesuai
Beberapa Catatan dari Konsensus Bellagio (1988) Untuk Keefektifan 98%
•Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh (hanya sekali diberi 1-2 teguik air/minuman pada upacara adat/agama.
•Perdarahan sebelum 56 hari pascapersalinan dapat diabaikan (belum dianggap haid)
•Bayi menghisap secara langsung
•Menyusui dimulai dari setengah sampai satu jam setelah baby lahir
•Kolostrum diberikan nkepada bayi
•Pola menyusui on demand dan dari kedua payudara
•Sering menyusui selam 24 jam termasuk malam hari
•Hindari jarak menyusui lebih dari 6 jam.
Setelah bayi berumur 6 bulan, kembalinya kesuburan mungkin didahului haid, tetapi dapat juga tanpa didahuilui haid.Efek ketidaksuburan karena menyusui sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek:
•Cara menyusui
•Seringanya menyusui
•Lamanya setipa kali menyusui
•Kesungguhan menyusui
b. Metode Keluarga Berencana Alamiah (KBA)Profil
•Ibu harus belajar mengetahui kapan masa suburnya berlangsung
•Efektif dipakai bila tertib
•Tidak ada efek samping
Pasangan secara sukarela menghindari senggama pada masa subur ibu (ketika ibu tersebut dapat menjadi hamil), atau senggama pada masa subur untuk mencapai kehamilan. Metode keluarga berencan alamiah berdasarkan kesadaran penuh dari siklus reproduksi Ibu tersebut.
Cara Kerja
Metode Lendir Servik atau lebih dikenala sebagai Metode Ovulasi Billings/MOB atau metode dua hari mukosa serviks dan Metode Simtomtermal adalah yang paling efektif. Cara yang kurang efektif misalnya Sistem Kalender atau Pantang Berkala dan metode Suhu Basal yang sudah tidak diajarkan lagi oleh pengajar KBA.
Mekanisme Kerja
1.Untuk Kontrasepsi
Senggama dihindari pada masa subur yaitu pada fase siklus menstruasi dimana kemungkinan terjadi konsepsi/kehamilan
2.Untuk Konsepsi/mencapai kehamilan
Senggam direncanakan pada masa subur yaitu dekat dengan pertengahan siklus (biasanya pada hari ke 10-15), atau terdapat tanda-tanda adanya kesuburan ketika kemungkinan besar terjadinya konsepsi.
Manfaat
1.Kontrasepsi
• Dapat digunakan untuk menghindari atau mencapai kehamilan
• Tidak ada resiko kesehatan yang berhubungan dengan kontrasepsi
• Tidak ada efek samping sistemik
• Murah atau tanpa biaya
2.Nonkontrasepsi
• Meningkatkan keterlibatan suami dalam keluarga berencana
• Menambah pengetahuan tentang sistem reproduksi oleh suami dan istri
• Memungkinkan mengeratkan relasi/hubungan melaluim peningkatan komunikasi antara suami istri/pasangan
Keterbatsan
•Sebagai kontraseptif sedang (9-12 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
pemakaian)
•Keefektifan tergantung dari kemauan & disiplin pasangan mengikuti instruksi
•Perlua ada pelatihan sebagai persyaratan untuk menggunakan jenis KBA yang paling efektif secara benar
•Dibutuhkan pelatih/guru KBA (bukan tenaga medis)
•Pelatih/guru KBA hrs mampu membantu ibu mengenali masa subur, memotivasi pasangan utk menaati aturan jk ingin menghindari kehamilan & meyediakan alat bantu jika diperlukan, msl buku catatan khusus, termometer,(oral/suhu basal)
•Perlu pantang selama masa subur untuk menghindari kehamilan
•Perlu pencatatan setiap hari
•Infeksi vagina membuat lendir servik sulit dinilai
•Termometer basal diperluikan untuk metode tertentu
•Tidak terlindung dari IMS termasuk HBV (VIRUS HAPETITIS b) & HIV/AIDS
Yang Dapat Menggunakan KB
1.Untuk Kontrasepsi
•Semua perempuan semasa reproduksi, baik siklus haid teratur maupun tidak teratur, tidak haid kerana menyusui atau premenopause
•Semua perempuan dengan paritas berapapun termasuk mulipara
•Perempuan kurus atau gemuk
•Perempuan yang merokok
•Perempua dengan alasan kesehatan tertentu a.l hipertensi sedang, varises, dismenore, sakit kepala sedang atau hebat, mioma uteri, endometritis, dll
•Pasangan dengan alasan agama / filosofi utk tdk menggunnakan metode lain
•Perempuan yang tidak dapat menggunakan metode lain
•Pasangan yang ingin pantang senggama lebih dari seminggu pada setiap siklus haid
•Pasangan yang ingin dan termotivasi untuk mengobservasi, mencatat, dan menilai tanda dan gejala kesuburan
2.Untuk Konsepsi
•Pasangan yang ingin mencapai kehamilan, senggama dilakukan pada masa subur untuk mencapai kehamilan
Definisi
Hari-hari kering : Setelah darah haid bersih , kebanyakan ibu mempunyai 1- beberasp hari tidak terlihat adanya lendir dan daerah vagina terasa kering
Hari-hari Subur : Ketika terobservasi adanay lendir sebelum ovulasi. Ibu dianggap subur, ketika terlihat adanya lendir, walaupun jenis lendir yang kental dan lengkap. Lendir subur yang basah dan licin mungkin sudah ada di serviks dan hari subur sudah mulai.
Hari Puncak : Adalah hari terakhir adanya lendir licin, mulur dan ada perasaan basah
Contoh Kode Yang Dipakai Untuk Mencatat Kesuburan
Pakai tanda * atau merah untuk menandakan perdarahan (haid)
Pakai huruf K atau hijau untuk menandakan perasaan kering
Gambar suatu tanda (L) atau biarkan kosong untuk memperlihatkan lendir subur yang basah, jernih, licin dan mulur
Pakai huruf L atau warna kuning untuk memperlihatkan lendir tak subur yang kental, putih, keruh dan lengket.
Untuk Kontrasepsi/Menghindari Kehamilan
• Lendir mungkin berubah pada hari yang sama, periksa lendir setiap kali ke belakang dan sebelum tidur, kecuali ada perasaan sangat basah waktu siang. Setiap malam sebelum tidur, tentukan tingkat yang paling subur (lihat kode diatas) dan beri tanda pada catatan ibu dengan kode yang sesuai
• Pantangan senggama utk paling sedikit satu siklus sehingga Ibu akan megenali hari-hari lendir, mengenali Pola Kesuburan & Pola Ketidaksuburan ibu dg bimbingan pelatih/guru KBA
• Hindari senggama pada waktu haid. Hari-hari ini tidak aman, pada siklus pendek. Ovulasi dapat terjadi pada harihari haid
• Pd hari kering setelah haid, aman utk bersenggama selang satu malam (aturan selang-seling). Ini akan menghindari Ibu bingung dg cairan sperma dan lender
• Segera setelah ada lendir jenis apa juga atau perasaan basah muncul, hindari senggama atau kontak seksual. Hari-hari lendir, terutama hari-hari lendir subur adalah tdk aman.
(Aturan awal atau “jk hari basah, Ibu akan memperoleh bayi”)
• Tandai hari terakhir dengan lendir jernih, licin, dan mulur dengan tanda X.Ini adalah hari puncak; ini adalah hari ovulasi dan adalah hari paling subur
• Setelah hari puncak, hindari senggama untuk 3 hari berikut siang dan malam. Hari-hari ini adalah tidak aman (Aturan Puncak). Mulai dari pagi hari keempat setelah kering, ini adalah hari-hari aman untuk bersenggama sampai hari haid berikutnya bila ingin menghindari kehamilan.
• Pada siklus yang tidak teratur seperti pascapersalinan atau premenopause maka perlu memperhatikan (Pola Dasar ke-Tidaksuburan ) dimana ada waktu 1-2 hari subur yang menyelingi diantara hari-hari tidak subur. Ibu harus mengamati perubahan ini dan bila PDTS sudah pulih kembali dan berlangsung minimal 3 hari berturut-turut tanpa perubahan maka senggama boleh dilakukan (Aturan Sabar Menunggu/Wait and See Rule)
Untuk Konsepsi/Mencapai Kehamilan
• Bersenggama pada setiap siklus pada hari-hari terdapat lendir yang teras mulur, basah dan licin
Suatu Contoh Catatan Suhu Basal Yang Lengkap
Ibu dapat mengenalai masa subur Ibu dengan mengukur suhu badan secara teliti dengan termometer khusus yang bisa mencatat perubahan suhu sampai 0,10 C untuk mendeteksi, bahkan suatu perubahan kecil , suhu tubuh anda.
Pakai Aturan Perubahan Suhu
• Ukur suhu Ibu pada waktu yang hampir sama setiap pagi (sebelum bangkit dari tempat tidur) dan catat suhu Ibu pd kartu yg disediakan oleh instruktur KBA Ibu.
• Pakai catatan suhu pada kartu tersebut untuk 10 hari pertama siklus haid Ibu untuk mementukan suhu tertinggi dari suhu yang “normal, rendah”. Abaikan setiap suhu tinggi yang disebabkan oleh demem atau gangguan lain.
• Tari garis pada 0,05 – 0,1 0 C diatas suhu tertinggi dari suhu 10 hari tersebut. Ini dinamkan garis pelindung (cover line) atau garis suhu
• Masa tak subur bmulai pada sore seyelah hari ketiga berturut-turut suhu berada diatas garis pelindung tersebut (Aturan Perubahan Suhu)
Untuk Kontrasepsi
Pantang senggama mulai dari awal siklus haid sampai sore hari ketiga berturut-turut setelah suhu berada diatas garis pelindung (cover line). Masa pantang pada Aturan
Perubahan Suhu lebih panjang dari pemakaina MOB
Catatan
• Jika salah satu dari 3 berada dibawah garis pelindung (cover line) selama perhitungan 3 hari, ini mungkin tanda bahwa ovulasi belum terjadi . Untuk menghindari kehamilan tunggu sampai 3 hari berturut-turut suhu tercatat diatas garis pelindung sebelum memulai senggama
• Ketika mulai masa tak subur, tidak perlu untuk mencatat suhu basal Ibu. Ibu dapat berhenti mencatat sampai haid berikut mulai dan bersenggama sampai hari pertama haid berikutnya
Metode Simtomtermal
Ibu harus mendapat instruksi untuk Metode Serviks dan Suhu Basal. Ibu dapat menentukan masa subur Ibu dengan mengamati suhu tubuh dan lendir serviks.
• Setelah darah haid berhenti, Ibu dapat bersenggama pada malam hari pada hari kering dengan berselangsehari selama masa tak subur. Ini adalah Aturan Selang Hari Kering(Aturan Awal). Aturan yang sama dengan Metode Lendir Serviks.
• Masa subur mulai ketika ada perasaan basah atau munculnya lendir, ini adalah Aturan Awal. Aturan yang sama dengan Metode Lendir Serviks. berpantang bersenggama sampai masa subur berakhir
• Pantang bersenggama sampai Hari Puncak & Aturan perubahan Suhu tlh tjd
• Apabila aturan ini tidak mengidentifikasikan hari yang sama sebagai akhir masa subur, sllu ikuti aturan yg paling konsevatif, yaitu aturan yg mengidentifikasikan masa subur yg paling panjang.
Senggama Terputus ( Coitus Interruptus )
Defenisi
Senggama terputus adalah mengeluarkan penis dari vagina sebelum ejakulasi. Meskipun keefektifan metoda ini adalah 80%, tetapi metoda ini membutuhkan kontrol yang baik dari pria. Metoda ini mengurangi kepuasan pasangan. Meskipun ejakulasi terjadi di luar vagina, cairan pre ejakulasi terkadang juga mengandung sperma sehingga pembuahan tetap saja dapat terjadi.
Cara kerja: Penis dikeluarkan sebelum ejakulasi sehigga sperma tidak masuk ke dalam vagina dan kehamilan dapat dicegah.
Manfaat Kontrasepsi
1. Efektif bila digunakan dengan benar
2. Tidak mengganggu produksi asi
3. Dapat digunakan sebagai pendukung metoda keluarga berencana lainnya
4. Tidak ada efek samping & Dapat digunakan setiap waktu
5. Tidak membutuhkan biaya
Nonkontrasepsi
1. Meningkatkan keterlibatan suami dalam keluarga berencana
2. Untuk pasangan, memungkinkan hubungan yang lebih dekat dan pengertian yang sangat dalam
Keterbatasan
1. Efektivitas tergantung kesediaan pasangan melakukan senggama terputus
2. Efektivitas menurun bila sperma dalam 24 jam sejak ejakulasi melekat pada penis
3. Memutus kenikmatan dalam hubungan seksual
Peran Perawat
Perawat memberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Tingkatkan kerjasama dan bangun saling pengerian sebelum melakukan hubungan seksual dan
2. Sebelum berhubungan, pria terlebih dahulu mengosongkan kandung kemih dan membersihkan ujung penis
3. Apabila pria merasa akan ejakulasi, segera tarik penis dari vagina. Pastikan pria tidak terlambat malakukannya
4. Tidak dianjurkan pada masa subur
3. Metoda mekanis
a.Kondom
Defenisi
Kondom merupakan selaput/selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis salama hubungan seksual. Kondom terbuat dari kareT sintetis yang tips, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau berbentuk putting susu. Kondom dibuat dlm berbagai variasi baik dari segi bentuk, warna, pelumas, ketebalan, maupun bahan pembuatnya. Kondom dapt digunakan bersamaan dengan alat kontrasepsi lain. Selain itu, kondom juga membantu mencegah penularan penyakit menular seksual, termasuk AIDS.
Cara kerja
Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah pada saluran reproduksi wanita. Selain itu, kondom juga mencegah penularan mikroorganisme dari satu pasangan ke pasangan lain.
Efektivitas
Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaian kondom menjadi tidak efektif karena tidak konsisten dalam pemakaian. Secara ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan per tahun.
Manfaat
•Efektif bila digunakan dengan benar
•Tidak mengganggu produksi ASI
•Tidak mengganggu kesehatan klien
•Tidak memiliki pengaruh sistemik
•Murah dan dapat dibeli secara umum
•Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus
•Dapat digunakan sebagai metoda kontrasepsi sementara
Keterbatasan
•Efektifitas tidak terlalu tinggi
•Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan
•Agak mengganggu hubungan seksual karena mengurangi sentuhan langsung
•Pada beberapa klien menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi
•Harus selalu tersedia setiap klai berhubungan seksual
•Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum
•Pembuangan kondom bekas dapat menimbulkan masalah limbah
b.Spermisida
Defenisi
Spermisida adalah bahan kimia (biasanya non oksinol-9) yang digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma. Spermisida ini dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal; suposituria; dissolvable film, dan krim.
Cara kerja
Spermisida ini menyebabkan sel membran sperma terpecah, memperlambat gerakan sperma, dan menurunkan kemampuan sperma untuk membuahi sel telur.
Pilihan
•Aerosol (busa) efektif segera setelah insersi
•Busa spermisida dianjurkan apabila digunakan hanya sebagai metoda kontrasepsi
•Tablet vaginal, suposituria, dissolvable film penggunaannya disarankan menunggu 10-15 menit sesudah dimasukkan sebelum hubungan seksual
•Jenis spermisida jeli digunakan dengan diafragma
Manfaat
•Efektif seketika (busa dan krim)
•Tidak mengganggu produksi ASI dan mampu melindungi dari IMS
•Bisa digunakan sebagai pendukung metoda lain
•Tidak mengaggu kesehatan klien
•Tidak memiliki pengaruh sistemik
•Mudah digunakan
•Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual
•Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus
Keterbatasan
•Efektivitas kurang
•Efektivitas sebagai kontrasepsi bergantung pada kepatuhan mengikuti cara penggunaan
•Ketergantungan pengguna dengan memakai setiap melakukan hubungan seksual
•Pengguna harus menunggu 10-15 menit untuk tablet vaginal, suposituria, dissolvable film
•Efektivitas aplikasi hanya 1-2 jam
Seleksi klien pengguna spermisida
Spermisida
Sesuai untuk klien yang: Tidak sesuai untuk klien yang:
•Tidak menyukai metoda kontrasepsi hormonal seperti perokok atau usia di atas 35 tahun
•Tidak menyukai penggunaan AKDR
•Menyusui dan perlu kontrasepsi
•Memerlukan proteksi terhadap IMS
•Memerlukan metoda sederhana sambil menunggu metoda yang lain
• Berdasarkan umur & mslh kesehatan mybbkn kehamilan dg resiko tinggi
•Terinfeksi saluran uretra
•Tidak stabil secara psikis atau tidak suka menyentuh alat kelamin
•Mempunyai riwayat sindrom syok karena keracunan
•Ingin metoda KB efektif
Penaganan efek samping dan masalah lain
Efek samping dan masalah Penanganan
Iritasi vagina Periksa adanya vaginitis atau IMS. Jika penyebabnya spermisida, alihkan ke spermisida lain dengan komposisi berbeda / bantu pemilihan metoda lain
Iritasi penis dan rasa tidak nyaman Periksa IMS. Jk pyebabnya spermisida, alihkan ke spermisida lain dg komposisi berbeda / bantu pemilihan metoda lain
Gangguan rasa panas di vagina Periksa reaksi alergi atau terbakar. Yakinkan bahwa rasa hangat adalah normal. Jika tidak ada perubahan alihkan ke spermisida lain dengan komposisi berbeda atau bantu pemilihan meoda lain
Kegagalan tablet tidak larut Alihkan k spermisida lain dg komposisi berbeda atau bantu pemilihan meoda lain
Cara penggunaan/instruksi bagi klien
• Cuci tangan dg sabun & air mengalir sblm mgisi aplikator & insersi spermisida
• Gunakan spermisida tiap berhubungan intim
10-15 menit
• Jarak tunggu setelah tablet vagina atau supposituria dimasukkan
• Tidak ada jarak tunggu setelah memasukkan busa
• Ikuti petunjuk cara penggunaan dan cara penyimpanan
• Tempatkan spermisida jauh dalam vagina sehingga serviks terlindungi dg baik
Aerosol (Busa)
• Kocok tempat aerosol 20-30 menit sebelum digunakan
• Tempatkan kontainer dengan posisi ke atas, letakkank aplikator pada mulut kontainer dan tekan aplikator untuk mengisi busa
• Sambil berbaring, lakukan insersi aplikator ke dalam vagina mendekati serviks, dorong sampai busa keluar
• Aplikator segera dicuci dengan sabun dan air, tiriskan dan keringkan. Jangan berbagi aplikator bersama orang lain
Tablet vagina atau supposituria
• Cuci tangan sebelum membuka paket
• Lepaskan tablet/supposituria dari paket
• Sambil berbaring, masukkan talet/supposituria jauh ke dalam vagina
• Tunggu 10-15 menit sebelum melakukan hubungan seksual
• Sediakan selalu ekstra pengadaan tablet maupun supposituria
Krim
• Insersi kontrasepsi krim setelah dikemas ke dalam aplikator sampai penuh, masukkan ke dalam vagina sampai mendekati serviks
• Tekan alat pendorong sampai krim keluar. Tidak perlu menunggu kerja krim
• Aplikator harus dicuci dengan sabun dan air sesuai dengan pencegahan infeksi untuk alat-alat, tiriskan dan keringkan
• Untuk memudahkan pembersihan alat, pisahkan bagian-bagiannya. Jangan berbagi aplikator dengan orang lain. Sediakan selalu ekstra krim dirumah
c. Diafragma
Defenisi
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks.
Jenis-jenis diafragma
• Flat spring (flat metal band)
• Coil spring (coiled wire)
• Arching spring (kombinasi metal spring)
Cara kerja: Menahan sperma agar tidak mendapatkan akses mencapai saluran alat reproduksi bagian atas (uterus& tuba falopii) dan sebagai alat tempat spermisida.
Manfaat
• Efektif bila digunakan dngan benar
• Tidak mengganggu produksi ASI
• Tidak mengganggu hub seksual krn telah terpasang sampai 6 jam sebelumnya
• Tidak mengganggu kesehatan klien
• Tidak mempunyai pengaruh sistemik
Keterbatasan
• Efektivitas sedang (bila digunakan dengan dengan spermisida angka kegagalan 6-18 kehamilan per 100 perempuan per tahun pertama)
• Keberhasilan sbg kontrasepsi bergantung pd kepatuhan mgikuti cr penggunaan
• Motivasi diperlukan berkesinambungan dg mnggunakannya stiap berhub seksual
• Pemeriksaan pelvik o/ petugas kes terlatih diperlukan utk memastikan ketepatan pemasangan
• Pada beberapa pengguna menjadi penyebab infeksi saluran uretra
• Pada 6 jam pasca hubungan seksual, alat masih harus berada di posisinya
Seleksi klien pengguna diafragma
Diafragma
Sesuai untuk klien yang: Tidak sesuai untuk klien yang:
• Tidak menyukai metoda kontrasepsi, seperti perokok, atau di atas usia 35 tahun
• Tidak menyukai penggunaan AKDR
• Menyusui dan perlu kontrasepsi
• Memerlukan proteksi terhadap IMSmemerlukan metoda sederhana sambil menunggu metoda lain
• Berdasarkan umur serta masala kesehatan menyebabkan kehamilan menjadi beresiko tinggi
• Terinfeksi saluran uretra
• Tidak stabil secara psikis atau tidak suka menyentuh alat kelaminnya
• Mempunyai riwayat sinrom syok karena keracunan
• Ingin metoda KB efektif
Penanganan efek samping
Efek samping Penanganan
Infeksi saluran uretra Pengobatan dengan antibiotika yg sesuai, apabila diafragma mjd pilihan utama dlm ber-KB. Sarankn segera mengosongkan kandung kemih stlh melakukan hub seks atau sarankan memakai metoda lain
Dugaan adanya reaksi alergi diafragma atau dugaan adanya reaksi alergi spermisida Walaupun jrg tjd, terasa krg nyaman dan mgkn berbahaya. Jk ada gjl iriasi vagina, khususnya pasca senggama,tdk mengidap IMS, berikan spermisida yg lain atau bantu memilih metoda lain
Rasa nyeri pada tekanan terhadap kandung kemih/rektum Pastikn ketepatan letak diafragma apabila alat terlalu besar. Cobalah dg ukuran yg lebih kecil. Tindak lanjut utk meyakinkan masalah telah tertangani
Timbul cairan vagina dan berbau jika dibiarkan lebih dari 24 jam Periksa IMS/benda asing dlm vagina. Jk tdk ada, sarankan mlepaskn diafragma stlh hub seks tapi tdk <6jam stlh hub yg terakhir. Stlh diangkat, diafragma dicuci dg hati-hati mggunakan sabun cair & air. Jika mengidap IMS, lakukan pemrosesan alat sesuai dengan pencegahan infeksi
Cara penggunaan/instruksi bagi klien
• Gunakan diafragma setiap kali berhubungan intim
• Diafragma dipasang beberapa saat sebelum berhubungan intim, oleh karena itu vesika urinaria perlu dikosongkan terlebih dahulu dan cuci tangan
• Tes bahwa diafragma tidak berlubang (dengan air/cahaya)
• Oleskan kira-kira satu sendok the spermisida pada dasar diafragma dan disekeliling diafragma
• Posisi yang memudahkan prosedur adalah dengan mengangkat satu kaki dan meletakkannya ke atas kursi/dudukan toilet. Diafragma juga dapat dipakai sambil berbaring atau jongkok
• Lebarkan kedua bibir vagina
• Pegang diafragma dengan erat, masukkan ke dalam vagina jauh ke belakang dengan bagian yang mengandung spermisida menghadap ke serviks. Dorong bagian depan ke pinggiran atas di balik tulang pubis
• Masukkan jari ke vagina sampai menyentuh serviks, sarungkan karetnya dan pastikan serviks telah terlindungi
• Bila setelah 6 jam diafragma masih berada di dalam vagina atau masih ingin melakukan hubungan seksual, maka spermisida harus dioleskan kembali
• Lepaskan diafragma maksimal 6 jam setelah hubungan seksual terakhir. Ingat, hindari pemakaian diafragma selama 24 jam untuk mencegah infeksi
• Untuk mengeluarkan diafragma, tarik bagian depan diafragma kemudian tarik ke bawah dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
d. Cap cerviks
Bentuk dan cara penggunaan cap serviks sama dengan diafragma tapii memiliki ukuran yang lebih kecil. Karena ukurannya yang lebih kecil darii diafragma, cap serviks ini tidak menyebabkan tekanan pada VU sehingga cap ini dapat dipakai selama 48 jam dan tambahan ulang spermisida tidak dibutuhkan. Cap ini tidak harus dilepas selama 6 jam setelah hubungan seksual terakhir, cara pemasangannya dan pelepasannya sama dg diafragma tetapi lebih sulit krn ukurannya yang lebih kecil.
e. Alat kontrasepsi dalam rahim
• Sangat efektif, reversibel, dan berjangka panjang
• Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak
• Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan
• Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi
• Tidak boleh dipakai oleh wanita yang terpapar IMS
Jenis
• Inert, dari plastik ( lippes loop ) atau baja anti karat ( the chinese ring )
• Mengandung tembaga seperti CuT 380A, CuT 200C, dll
• Mengadung hormon steroid
Cara kerja
Sampai saat ini mekanisme kerja AKDR belum diketahui secara pasti. Pendapat terbanyak mengatakan AKDR menimbulkan reaksi radang pada endometrium dengan serbukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista atau sperma. AKDR yang mengandung tembaga juga menghambat khasiat anhidrase karbon dan fosfatase alkali, memblok bersatunya sperma dan ovum, mengurangi jumlah sperma yg mencapai tuba falopii, dan menginaktifkan sperma. AKDR yang mengeluarkan horman juga menebalkan lendir serviks hingga menghalangi pergerakan sperma.
Keuntungan
• Efektifitas tinggi (0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama
• AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
• Metoda jangka panjang (CuT 380A mempunyai jangka proteksi 10 tahun)
• Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
• Tidak mempengaruhi hubungan seksual
• Meningkatkat kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil
• Tidak ada efek samping hormonal terhadap CuT 380A
• Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
• Dapat dipasang segera setelah abortus atau melahirkan
• Dapat digunakan sampai menopause
• Tidak ada interaksi dengan obat-obatan
Kerugian
• Efek samping yang umum terjadi:
1. Perub siklus haid (umumnya pd 3 bln I dan akan berkurang setelah 3 bulan)
2. Haid lebih lama dan banyak
3. Spotting antar menstruasi
4. Haid terasa lebih sakit
• Komplikasi lain:
1. merasakan sakit selama 3-5 hari setelah pemasangan
2. perdarahan berat waktu haid atau diantaranya dapat memungkinkan terjadinya anemia
3. perforasi dinding uterus
• Tidak mencegah IMS termasuk HIV
• Tidak baik digunakan pada wanita dengan IMS atau sering berganti pasangan
• Penyakit radang panggul terjadi sesudah wanita dengan IMS menggunakan AKDR. Hal ini dapat memicu infertilitas
• Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik perlu dilakukan dalam pemasangan AKDR. Beberapa wanita mungkin takut dengan prosedur ini
• Sedikit nyeri dan perdarahan terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1-2 hari
• Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri. Pelepasan AKDR dilakukan oleh petugas terlatih
• Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui
• Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik
• Wanita harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini, wanita harus memasukkan jarinya ke dalaam vagina. Sebagian perempuan tidak mau melakukan ini

Persyaratan pemakaian. Yang dapat menggunakan:
• Usia reproduktif
• Keadaan nullipara
• Menginginkan kontrasepsi jangka panjang
• Menyusui dan ingin memakai kontrasepsi
• Setelah melahirkan dan tidak menyusui
• Setelah abortus dan tidak ada tanda infeksi
• Resiko rendah IMS
• Tidak menghendaki metoda hormonal
• Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil
• AKDR juga dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan misalnya perokok, pasca abortus, gemuk/kurus, sedang menyusui, penderita tumor jinak payudara, penderita kanker payudara, pusing-pusing,hipertensi,varises, penderita penyakit jantung, pernah menderita stoke, penderita diabetes, penderita penyakit hati/empedu, malaria, penyakit tiroid, epilepsi, setelah pembedahan pelvik.
Yang tidak diperkenankan menggunakan AKDR
• Sedang hamil atau kemungkinan hamil
• Perdarahan per vagina yang tidak diketahui penyebabnya
• Penderita infeksi alat genital
• Sering menderita PRP atau abortus septic
• Penyakit trofoblas yang ganas
• Penderita TBC pelvic
• Kanker alat genital
Penanganan efek samping yang umum dan permasalahan yang lain
Efek samping Penanganan
Amenorea Periksa apakah sedang hamil, jika tidak jangan lepaskan AKDR, lakukan konseling dan selidiki penyebab amenorea. Jika diketahui hamil, sarankan untuk melepas AKDR apabila talinya keluar dan kehamilan kurang 13 minggu. Jika kehamilan besar 13 minggu dan benang tidak terlihat, AKDR jangan dilepaskan. Apabila klien sedang hamil dan tetap ingin mempertahankan kehamilan tanpa melepaskan AKDR, jelaskan adanya kemungkinan kegagalan kehamilan dan infeksi
Kejang Pastikan dan tegaskan adanya PRP dan penyebab lain kejang. Tanggulangi penyebabnya bila ditemukan. Apabila tidak ditemukan, beri analgesik untuk sedikit meringankan. Apabila klien mengalami kejang berat, lepas AKDR dan anjurkan metoda lain
Perdarahan vagina hebat dan tidak teratur Pastikan adanya infeksi pelvik dan kehamilan ektopik.
Apabila perdarahan berlanjut, lakukan pemantauan
Benang yang hilang Pastikan ada kehamilan/tidak. Tanyakan apakah AKDR terlepas. Apabila tidak hamil dan AKDR tidak terlepas, gunakan kondom. Periksa keberadaan benang dalam cavum uteri atau saluran endoserviks. Apabila tidak ditemukan, rujuk ke dokter untuk x-ray atau USG
Adanya pengeluaran dari vagina/dicurigai PRP Lepaskan AKDR bila ditemukan infeksi kelamin dan anjurkan menggunakan metoda lain
Waktu penggunaan
• Setiap waktu dalam siklus haid yang dapat dipastika klien tidak hamil
• Hari pertama sampai ke tujuh siklus haid
• Segera stlh melahirkan, selama 48 jam pertama atau 4 minggu pascapersalinan
• Setelah abortus apabila tidak ada gejala infeksi
• Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi
Petunjuk bagi klien
• Kembali memeriksakan diri setelah 4-6 minggu pemasangan AKDR
• Slm bln I pemakaian AKDR, periksa benang AKDR scr rutin t.u stlh menstruasi
• Setelah bulan pertama kehamilan, benang diperiksa bila: kejang/kram pada perut bagian bawah, spotting setelah senggama, nyeri setelah senggama atau pasangan tidak nyaman dalam bersenggama
• CuT 380A perlu dilepas setelah 10 tahun tetapi dapat dilakukan lebih awal
• AKDR tidak mencegah penularan IMS, maka gunakan kondom jika pasangan beresiko
• Kembali ke klinik apabila; benang tidak teraba, bagian keras AKDR teraba, AKDR terlepas, terjadi pengeluaran vagina yang mencurigakan, adanya infeksi
Pemasangan Iud Cooper T380a
Alat dan bahan :
1. IUD COOPER T380A
2. Sarung tangan 2 pasang
3. Spekulum cocor bebek
4. Tenakulum
5. Sonde uterus
6. Lampu sorot atau senter
7. Gunting
8. Kom berisi povidon iodine
9. Kasa
10. Klorin 0,5
Cara pemakaian
A. Persiapan pasien
• Lakukan konseling agar pasien mantap. Minta pasien buang air kecil dulu dan ersihkan
kemaluan dengan sabun. Siapkan peralatan, cek tanggal kadaluarsa IUD.
• Cuci tangan selama 15-30 detik dengan air mengalir dan bersihkan tangan dengan handuk kering dan bersih. Kenakan sarung tangan dengan baik dan steril.
• Periksa genitalia eksterna, awasi adanya luka bernanah, kelenjar bartolin yang membesar, kelenjar getah bening yang membesar, kelenjar getah bening yang membesar.
• Pasang spekulum dengan jari telunjuk kiri, menekan bagian bawah.
• Pada inspekulo lihat porsio, awasi adanya erosi, fluor yang ada normal atau tidak. Tutup spekulo, miringkan dan keluarkan.
• Lakukan pemeriksaan dalam bimanual, awasi adanya nyeri goyang, besar dan arah uterus, masa di adneksa.
• Bersihkan ujung sarung tangan dala larutan klorin dalam ember, lepas dan masukan dalam ember.
B. Persiapan IUD
• Siapkan bagian-bagian alat : leher biru, pendorong, kertaspengukur, kertas transparan, kertas biasa, tabung, IUD.
• Yakinkan IUD berada pada tabung, jika berada di luar dorong masuk. Jika tali IUD keluar seluruhnya dari tabung, IUD tidak dapat dipakai. Letakan di tempat bersih, keras, datar dan IUD disisi kri.
• Buka kertas transparan 1/3 bagian, angkat ke atas vertikal, angkat bagian belakang seperti membuka pisang. Keluarkan pendorong, masukan kedalam tabung IUD. Kembalikan kertas bagian belakang, letakan ditampat datar lagi. Tahan kedua lengan iud dengan ibu jari dengan jari telunjuk tangan kiri. Dorong kertas pengukur keatas sampai rasa ada tahanan. Dorong tabung sampai kedua lengan terlipat. Tarik tabung kebawah seikit, angkat keatas. Masukan kedua lengan kedalam tabung.
C.Pemasangan IUD
• Kenakan sarung tangan. Pasang spekulum dan kunsci. Ambil kasa demgan cunam tampon, celupkan dalam povidon iodin, masukan kedalam dan bersihkan 2-3 kali.
• Pasang tenakulum pada porsio di jam 11 sekkitar 1 cm dari porsio. Masukan sonde dengan notouch technique, tarik tenakulum kearahluar agar uterus dan saluran-salurannya berada dalam satu garis lurus, ukur panjang uterus. Keluarkan somde dalam keadaan mendatar. Tera panjang uterus pada kertas pengukur iud denagn meletakan ujung sonde pada garis biru atau merah dan memakai salah satu huruf sebagai ukuran bata
• • Letakan tabung IUD sehingga leher biru bagian depan berada di batas huruf diatas.
• Tahan leher biru dengan telunjuk. Dorong tabung sampai ujung t (iud) sampai garis batas
• • Buka plasti seluruhnya. Ambil iud dengan ibu jari dan telunjuk dengan posisi mendatar atau sejajar dan gunakan tiga jari sebagai alasnya.
• • Masukan kedalam uters (porsio) sampai terasa tahanan tarik tenakulum. Pegang tenakulum dan pendorong dengan tangan kiri
• • Tahan pendorong, tari tabung sampai bertemu pangkal pendorong, keluarkan pendorong, dorong tabung sampai terasa ada tahanan. Lepas tenakulum
• • Tarik tabung sampaii terlihat benang 3-4 cm dari porsio. Potong dengan benang dengan gunting
• • Keluarkan tabung. Perhatikan bekas jepitan tenakulum berdarah atau tidak bila perlu ditekan degan kasa steril. Buka spekulum lalu lepas sarung tangan. Terangkan kepada ibu bahwa iud dapat dipertahankan selama 10 tahun, 1 minggu lagi ibu harus datang untuk kontrol atau ibu, diminta datang segera bila panas, berdarah banyak atau sakit diminta menunggu 15-20 menit di ruang tunggu sebelum pulang bila tidak pusing. Diberi tahu cara merawat tali IUD yaitu dengan membersihkan kemaluan dengan air sabun, jongkok, dan dengan jari, raba apakah masih ada tali di kemaluan
• Catat dibuku: tanggal, jenis IUD dan nama pemasang
• 4. Metoda Pembedahan / Kontrasepsi Mantap
• Kontrasepsi mantap ( kontap ) terdapat pada pria dan wanita merupakan metoda KB paling efektif, murah, aman, dan mempunyai nilai demografi yang tinggi.

a. Kontap Pada Wanita ( Tubektomi )
TUBEKTOMI adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur yang menyebabkan wanita bersangkutan tidak hamila lagi. Merupakan alat kontrasepsi paling efektif dengan angka kegagalankurang dari 1% ( kapita selakta, FKUI 2001 )
Keuntungan Tubektomi
• Sangat efektif
• Permanen
• Tidak mempengaruhi proses menyusui
• Tidak bergantung pada faktor senggama
• Baik bagi klien apabila kehanilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius
• Pembedahan sederhana dan dapat dilakukan dengan anastesi local
• Tidak ada efek samping dalam jangka waktu panjang
• Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual
• Berkurangnya resiko kanker ovarium

Yang Dapat Menjalani Tubektomi
• Usia > 26 tahun
• Peritas > 2
• Yakin telah mempunyai besar keluarga ayng sesui dngan kehendak
• Pada kehamilannya akan menimbulakn resiko kesehatan yang serius
• Pascapersalinan
• Pascakeguguran
• Apham dan secara sukareka setuju dengan prosedur ini

Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi
• Hamil
• Perdarahan vaginal yang belum terjelasajn
• Infeksi sistemik atau pelvic yang akut
• Tidak boleh menjalani proses pembedahan
• Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
• Belum memberikan persetujuan tertulis
Kapan dilakukan
• Setiap wkt slm siklus mens apabila diyakini secara rasional klien tsb tidak hamil
• Hari ke 6 – 13 siklus menstruasi ( fase proliferasi )
• Pasca persalinan
• Minilap : didalam waktu 2 hari atau setelah 6 mgg atau 12 mgg
• Laparoskopi : tidak tepat untuk klien pasca persalinan
• Pasca keguguran
• Triwulan I: dlm wkt 7hr slm tdk ada bukti infeksi pelvic (minilap/laparoskopi)
• Triwulan II: dlm wkt 7hr sepanjang tidak ada bukti ( minilap saja )
JENIS – JENIS STERILISASI TUBA
a. Prosedur irving
Merupakan pemotongan tuba falopi dan pemisahan kedua potongan tuba ini dari mesosalping sehingga cukup untuk menimbulkan segmen medial tuba tersebut yang ujungnya ditanam dalam terowongan pada miometrium di sebalah posterior, dan segmen lateral yang pendek, yang ujung proksimalnya kemudian ditanam didalam mesosalping

b. Prosedur pomeroy
Menggunakan catgut untuk mengikat gulungan tuba falapi, karena dasar dari prosedur ini terdapat pada absorbsi segera ikatan tersebut dan selanjutnya ujung tuba yang dipotong akan terpisah karena acap kali terbungkus oleh jarinagn fibrosa yang terbentuk

c. Prosedur parkland
Dirancang untuk menghindari pendekatan ujung – ujung tuba falopi yang sering terjadi pada prosedur pomeroy. Dengan menginsisi dinding abdomen dibawah umbilicus yang secara khas dilakukan cukup panjang untuk memungkinkan pemasangan retractor.

d. Prosedur madlener
Buku tuba dirusak dan diikat dengan jahitan yang tudak bisa diserap tetapi tidak direseksi. Penggunaannya tidak dianjurkan.
e. FibriektomiFibrie dijepit dengan sebuah kle, bagian proksimal dari jepitan diikat dengan sehelai benang sutra. Atau dengan cut gut yang tidak mudah diabsorsipengangkatan semua fibrie untuk menghasilkan sterilisasi . Kemudian dagian distal dari jepitan diotong.
TEKNIK OPERASI
Minilaparatomi
Hanya diperlukan sayatan kecil ( sekitar 3 cm ) diperut bwaah, maupun pada lingkar pusat bawah
Baik pada masa interval maupun pascapersalinan , pengambilan tuba dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat lalu dikeluarkan, diikat, dan dipotong sebagia. Setelah itu dinding perut ditutup kemabli,luka sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril apabial tidak ditemukan masalah yang berarti klien dapat dipulangkan setalah 2-4 jam.

Laparoskopi
Memerlukan tenaga spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang terlatih.
KEGAGALAN STERILISASI TUBA
Kegagalan metoda ini dapat terjadi akibat kagagalan metoda itu sendiri atau atau akibat pelaksanaan operasi sterilisasi yang tidak baik. Kegagalan metode reaksi yang paling sering diikuti pembentukan fistula atau reanastomose yang spontan. Kemudian terdapat kegagalan pada alat mekanis yang dipasang yang mengalami cacat atau ditempatkan secara tidak tepat
SINDROMA PASCA LIGASI TUBA
• Keluhan terganggu atau tidak enak pada panggul
• Pembentukan kista ovari khususnya menorhagia
• Dilaporkan memiliki kadar estradiol yang tinggi dan progesterone serum yang rendah bila disbanding kelompok control yang normal
Komplikasi
• Komplikasi estetika
• Koagulasi tanpa dikehendaki pada struktur yang penting
• Emboli pulmoner yang kadang – kadang dijumpai dan kegagalan untuk menghasilkan kemandulan tanpa disadari, mengakibatkan kehamilan ektopik yang ditangani secara keliru
• Anastesi
INFORMASI BAGI KLIEN
• jaga luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi ativitas normal secara bertahap
• hindari hubungan intim hingga merasa cukup nyaman. Setelah itu mulai kembali melakukan hubungan intim, hentikan bila merasa kurang nyaman
• hindari mengangkat benda – benda berat dan bekerja keras selam 1mgg
• kalau sakit, minumlah 1 atau 2 tablet analgesic setiap 4-6 jam
• jadwalkan sebuah kunjungan pemeriksaan secara rutin antara 7 dan 14 hari setelah
pembedahan.
• Kembalilah setiap waktu apabila anda menghendaki perhatian tertentu, atau terdapat tanda – tanda yang tidak biasa
• Nyeri bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relative lazim dialami karena gas di bawah diafragma, sekunder terhadap pneumoperitonium
• Tubektomi efektif setelah operasi
• Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa. ( apabila mempergunakan metode hormonal sebelum prosedur , khusus PK atau KSK, umlah dan durasi haid dapat meningkat setelah pembedaahn
• Tubektomi tidak memberikan perlindungan terhadap penyakit menular sseksual
b. KONTAP PADA PRIA ( VASEKTOMI )
Profil
• Sangat efektif dan permanent
• Tidak ada efeksamping jangka panjang
• Tindak bedah yang aman dan sederhana
• Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan
• Konseling dan inform consent mutlak diperlukan

VASEKTOMI adalah prosedur klinik untuk menghenrtikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.
INDIKASI
Upoaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi mengancam atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluaga.
KONDISI YANG MEMERLUKAN PERHATIAN KHUSUS BAGI TINDAKAN VASEKTOMI
• Infeksi kulit pada daerah operasi
• Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien
• Hidrokel atau varikokel yamh besar
• Hernia inguinalis
• Filariasis / elephantiasis
• Undesensus testikularis
• Massa intraskrotalis
• Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang menggunakan antikoagulansia

INFORMASI BAGI KLIEN
• Prosedur vasektomi tidak mengganggu hormon pria atau menyebabkan perubahan kemampuan dan kepuasan seksual
• Setelah prosedur vasektomi gunakan metoda kontrasepsi terpilih hingga spermatozoa yang tersisa dalam vesikula seminalis telan dikeluarkan seluruhnya. Secara empiric, sperma analisis akan menunjukkan hasil negativ setelah 15-20 kali ejakulasi
• Pertahakan band aid pada luka operasi selama 3 hari
• Luka yang sedang dalam penyembuhan jangan ditarik – tarik atau digaruk
• Boleh mandi setekah 24 jam, asal daerah luka tidak basah. Setelah 3 hari lka boleh dicuci dengan sabun atau air
• Pakailah penunjang skrotum, usahakan daerah operasi kering
• Jika nyeri, berikan 1-2 tablet analgetik spt parasetamol/ibuprofen tiap 4-5 jam
• Hindari mengangkat berang berat dan kerja keras untuk tiga hari
• Boleh bersenggama sesudah hari ke 2-3. Namun untuk mencegah kehamilan, pakailah
kondom atau cara kontrasepsi lain selama 3 bulan atau sampai ejakulasi 15-20 kali
• Periksa semen 3 bulan pascavasektomi atau sesudah 15-20 kali ejakulasi

PELAKSANAAN VASEKTOMI
Tempat pelayanan vasektomi : dapat dilakukan difasilitas kesehatan umu yang mempunyai ruang tindakan bedah minor dengan persyaratan :
Mendapat penerangan yang cukup
Lantainya terbuat dari semen atau keramik sehingga mudah dibersihkan bebas debu dan serangga
Sedapat mungkin dilengkapi alat pengetur suhu ruangan
Teknik Vasektomi Standar
medikasi prabedah dan anastesi:
bila klien nampak sangat gelisah tanpa penyebab yang jelas maka dapat diberikan diazepam 5-10 mg peroral, 30-40 menit sebelum operasi. Anastesi yang digunakan haruslah anastesi local.
Tujuan anastesi: Menghilangkan nyeri & rs tak enak, Mengurangi stress & cemas
Tata cara :
1. Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi telentang
2. Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis, dan bag dlm pangkal paha kanan dbrsihkn dg cairan yg tdk merangsang seperti larutan iodofor ( betadine ) 0,75% atau larutan klorheksidin ( hibiscrub ) 4%. Bila ada bulu cukur terlebihdahulu.
3. Tutup daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang, pada daerah
skrotum ditonjolkan keluar
4. Tepat dilinea mediana diatas vasdeferens, kulit skrotum diberi anastesi local ( prokain atau novokain ) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk dan didaerah distal serta proksimal vasdeferens dideponir lagi masing – masing 0,5 ml
5. Kulit skrotum diiris longitudinal 1-2 cm, tepat diatas vasdeverens yang ditonjolkan kepermukaan kulit
6. Setelah kulit dibuka vasdeferens dipegang dengan klem, disiangi sampai tampak vasdeferens mengkilat seperti mutiara, perdarahan dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi obot anastesi kedalam fasia vasdeferens dan baru kemudian fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan sayatan rata hingga memudahkan penjahitan kemabli. Setelah fasi vasdeferens di buka terlihat vasdeverens berwarna putih nengkilat seperti mutiara. Selanjutnya vasdeferen dan fasi dibebaskan dengan gunting halus berujang runcing
7. Jepitlah vasdeverens dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat ajngan dipotong dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vasdeferens tersebut untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titk perdarahan, jangan terlalu banyak, karena daapt menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau deferensialisis yang berakibat kematian testis itu sendiri.
8. Potonglah diantara dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm. Gunakan benang sutra n0. 00,0 atau satu untuk mengikat vasdeferens tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vasdeferens
9. Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan adalah dengan melakukan interposisi fasi vasdeferens, yakni menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vasdeferens bagian distal dibenamkan dalam fasia dan vasdeferens bagian proksimal terletak diluar fasia. Cara ini akan mencegah timbulnya kemungkinan rekanalisasi
10. Lakukan tindakan diatas untuk vasdeferens kanan dan kiri, setelah selesai, tutuplah kulit engan 1-2 jahitan .
Kemudian rawat luka operasi sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan diplester.

Tekhnik vesektomi yang lain :
1. Insisi kulit dilakukan sagital atau transversal.
2. Fiksasi vasdeferens dengan menusukkan jarum di baeah vas deferens dengan
menembus kulit
3. Cara mengikat vas deferens ada beberepa amcam :
a. Kedua ujung diikat tumpang tindih
b. Keduaujung dibelokkan dan diikat
c. Hanya satu ujung yang di belokkan
d. Hany saalh satu ujung saja yang diikat, sehingga dari avsdeferens yang proksimal sperma bisa keluar

KEGAGALAN VASEKTOMI
Dianggap gagal bila :
Pada analisa sperma setelah 3 bulan pasca vasektomi atau setelah 15-20 kali ejakulasi masih dijumpai sperma
Dijumpai sperma setelah sebelumnya azoospermia
Istri hamil
HAK-HAK KONSUMEN KB
1. Hak atas informasi , yaitu hak untuk mengetahui segala manfaat dan keterbatasan pilihan metode perencanaan keluarga
2. Hak akses, yaitu hak memperoleh pelayanan tanpa membedakan jenis kelamin, agama, dan keperceyaan dan suku, status sosial, status perkawinan, dan lokasi
3. Hak pilihan, yaitu hak untuk memutuskan secara bebas tanpa paksaan dalam memilih dan menerapkan metode keluarga berencana
4. Hak keamanan, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan yang aman dan efektif
5. Hak privasi, setiap konsumen keluarga berencana berhak untuk mendapatkan privasi atau bebas adri gangguan serta campur tangan orang lain dalam konseling dan pelayanan keluarga berencana
6. Hak kerahasiaan, yaitu hak untum mendapatkan jaminan rawat infomasi pribadi yang diberikan akan dirahasiakan
7. Hak harkat, yaitu hak mendaptkan pelyanan scr mausiawi, penuh penghargaan dan perhatian
8. Hak kenyamanan, yaitu setiap konsumen keluarga berencana berhak untuk memperoleh kenyamanan dalam pelayanan
9. Hak berpendapat, yaitu hak untuk menyatakan pendapat secara bebas terhadap pelayanan yang ditawarkan
10. Hak keberlangsungan, yaitu hak untuk mendapatkan ketersediaan metode keluarga berencana seara lengkap dan pelayanan yang berkesinambungan selama diprlukan
11. Hak ganti rugi, yaitu hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila terjadi pelanggaran terhadap hak konsumen

Selasa, 15 Juni 2010

Askep Efusi Pleura

MAKALAH
EFUSI PLEURA
Dosen Pengampu : Iva Puspaneli, S.Kep.,Ns.











DISUSUN OLEH :
NINA SUTANI
08.071


AKADEMI PERAWATAN SERULINGMAS
MAOS – CILACAP
2010
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, atas segala petunjuk dan pertolongan-Nya, solawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada sanjungan kita Nabi Muhammad SAW.Selanjutnya berkat taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah “EFUSI PLEURA” guna memenuhi tugas Patofisiologi.
Materi yang terkandung di dalam makalah ini untuk memberikan sedikit gambaran dan sebagai bahan pembelajaran tentang efusi pleura.
Tak lupa kami penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Ibu Iva Puspaneli,S.Kep.,Ns,. selaku dosen mata kuliah patofisiologi
2. Semua pihak yang telah membantu kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, walaupun telah penulis usahakan dengan semaksimal mungkin. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Cilacap, 20 Februari 2010
Penyusun,



Mahasiswa Akper Serulingmas


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………………........ ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………..…………............. 1 1
B. Rumusan Masalah…….…………………………….. 1
C. Tujuan Penyusunan…….………………………........ 1
D. Manfaat Penyusunan ……………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi …………………………………………….. 3
B. Etiologi…………………………………………….... 3
C. Tanda dan Gejala…………………………………… 4
D. Patofisiologi……………………………………….... 4
E. Pemeriksaan Penunjang…………………………….. 5
F. Penatalaksanaan Medis……………………………… 5
G. Water Seal Drainase………………………………… 6
H. Pengkajian…………………………………………... 7
I. Diagnosa Keperawatan……………………………… 8
J. Intervensi ……………………………………............ 9

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………. 12
B. Saran………………………………………………... 12

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
B. Rumusan Masalah
1. Definisi
2. Etiologi
3. Tanda dan Gejala
4. Patofisiologi
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Penatalaksanaan
7. Water Seal Drainse
8. Pengkajian
9. Diagnosa Keperawatan
10. Intervensi

C. Tujuan Penyusunan
1. Untuk memenuhi tugas Patofisiologi
2. Untuk mengetahui lebih jauh tentang penyakit efusi pleura





D. Manfaat Penyusunan
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya seorang perawat.
2. Manfaat Terapan
Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan mengenai Heating atau menjahit luka.

























BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)
B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
1. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3. Peningkatan tekanan negative intrapleural
4. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C. Tanda dan Gejala
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
2. Ultrasonografi
3. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
4. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
5. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
F. .Penatalaksanaan Medis
1. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
2. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
3. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
4. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
5. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
G. Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
2. Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks
c. Torakotomi
d. Efusi pleura
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
3. Tujuan Pemasangan
a. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
b. Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
c. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
d. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
4. Tempat pemasangan
a. Apikal
 Letak selang pada interkosta III mid klavikula
 Dimasukkan secara antero lateral
 Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
 Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
 Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
5. Jenis WSD
• Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks
• Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol water seal.
• System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.
H. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
5. nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat,sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan


J. Intervensi :
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
 Identifikasi etiologi atau factor pencetus
 Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
 Auskultasi bunyi napas
 Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
 Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
 Bila selang dada dipasang :
a. periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampung
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
 Berikan oksigen melalui kanul/masker
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
- Pasien tampak tenang
Intervensi :
 Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
 Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
 Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
 Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
 Berikan analgetik sesuai indikasi
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
- Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
- Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
 Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
 Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
 Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan
 Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
 Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
- Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi :
 Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
 Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
 Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
 Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
 Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kami menyimpulkan bahwa efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural yang disebabkan oleh hambatan resobrsi cairan dari rongga pleura dan pembentukan cairan yang berlebihan.

B. Saran
Dari kesimpulan diatas kami menyarankan kepada khususnya tenaga kesehatan atau perawat untuk lebih mempelajari tentang efusi pleura dan asuhan keperawatanya untuk menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kesehatan.


















DAFTAR PUSTAKA

Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

Askep Ibu Hamil Dengan DM

ASKEP IBU HAMIL
DENGAN RESIKO TINGGI DM
Dosen Pengampu : Yenni Kristiana, S.Kep.,Ns.







Disusun Oleh : Kelompok IV

1. Aji Prihambudi
2. Endra Yulianto
3. Laelatul Fitroh
4. Nina Sutiani
5. Prio Dwi Prasetyo
6. Tinggal Triatun
7. Zain Atiqoh

AKADEMI PERAWATAN SERULINGMAS
MAOS – CILACAP
2010
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, atas segala petunjuk dan pertolongan-Nya, solawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada sanjungan kita Nabi Muhammad SAW.Selanjutnya berkat taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah “ASKEP IBU HAMIL DENGAN RESIKO TINGGI DM” guna memenuhi tugas Keperawatan Maternitas dari dosen.
Materi yang terkandung di dalam makalah ini untuk memberikan sedikit gambaran dan sebagai bahan pembelajaran tentang Askep Ibu Hamil Dengan Resiko Tinggi DM..
Tak lupa kami penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Ibu Yenni Kristiana,S.Kep.,Ns., selaku dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas.
2. Semua pihak yang telah membantu kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, walaupun telah penulis usahakan dengan semaksimal mungkin. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Cilacap, 29 Maret 2010
Penyusun,



Mahasiswa Akper Serulingmas
ASKEP IBU HAMIL DENGAN RESIKO TINGGI DM

A. Pengertian
Ibu hamil dengan resiko tinggi yaitu Ibu Hamil yang mengalami risiko atau bahaya yang lebih besar pada waktu kehamilan maupun persalinan, bila dibandingkan dengan Ibu Hamil yang normal.
B. Yang termasuk Ibu Hamil dengan Risiko Tinggi
- Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm.
- Bentuk panggul ibu yang tidak normal.
- Badan Ibu kurus pucat.
- Umur Ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
- Jumlah anak lebih dari 4 orang.
- Jarak kelahiran anak kurang dari 2 tahun.
- Adanya kesulitan pada kehamilan atau persalinan yang lalu.
- Sering terjadi keguguran sebelumnya.
- Kepala pusing hebat.
- Kaki bengkak.
- Perdarahan pada waktu hamil.
- Keluar air ketuban pada waktu hamil.
- Batuk-batuk lama.

C. Bahaya yang dapat ditimbulkan akibat Ibu hamil dengan risiko tinggi
- Bayi lahir belum cukup bulan.
- Bayi lahir dengan berat kahir rendah (BBLR).
- Keguguran (abortus).
- Persalinan tidak lancar / macet.
- Perdarahan sebelum dan sesudah persalinan.
- Janin mati dalam kandungan.
- Ibu hamil / bersalin meninggal dunia.
- Keracunan kehamilan/kejang-kejang.
D. Cara mencegah kehamilan risiko tinggi
- Dengan memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur ke Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit, paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan.
- Dengan mendapatkan imunisasi TT 2X.
- Bila ditemukan kelainan risiko tinggi pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif.
- Makan makanan yang bergizi yaitu memenuhi 4 sehat 5 sempurna.
E. Definisi
DM adalah penyakit kronik yang komplek yang dikarakterisasikan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak, hiperglikemi dan perkembangan dari mikrovaskuler ( kental kapiler), arterisklerosis, makrivaskuler komplikasi dan neuropatik ( gangguan struktus dan fungsi ginjal).

F. Etiologi
Penyakit gula dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi. Berkurangnya glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga dipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes akan mempengaruhi kehamilan dan persalinan.
Factor Predisposisi :
1. Umur sudah mulai tua
2. Multiparitas
3. Penderita gemuk
4. Kelainan anak lebih besar dari 4000 g
5. Bersifat keturunan
6. Pada pemeriksaan terdapat gula dalam urine
7. Riwayat kehamilan : Sering meninggal dalam rahim, Sering mengalami lahir mati, Sering mengalami keguguran
8. Glokusuria
G. Klasifikasi Diabetes Melitus
a) Type I ( IDDM ) : DM yang berganyung pada insulin
b) Type II ( NIDDM ) : Orang tidak bergantung pada insulin, tetapi dapat diobati dengan insulin, muncul > 50 tahun.
c) Diabetes Laten : Subklinis atau diabetes hamil, uji toleransi gula tidak normal. Pengobatan tidak memerlukan insulin cukup dengan diit saja.
H. Epidemitologi
Gangguan DM terjadi 2 % dari semua wanita hamil, kejadian meningkat sejalan dengan umur kehamilan, tetapi tidak merupakan kecenderungan orang dengan gangguan toleransi glokusa , 25% kemungkinan akan berkembang menjadi DM.
I. Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Kehamilan
1. Pengaruh kehamilan, persalinan dan nifas terhadap DM
a. Kehamilan dapat menyebabkan status pre diabetik menjadi manifes ( diabetik).
b. DM akan menjadi lebih berat karena kehamilan
2. Pengaruh penyakit gula terhadap kehamilan di antaranya adalah :
a. Abortus dan partus prematurus
b. Hidronion
c. Pre-eklamasi
d. Kesalahan letak jantung
e. Insufisiensi plasenta
3. Pengaruh penyakit terhadap persalinan
a. Gangguan kontraksi otot rahim partus lama / terlantar.
b. Janin besar sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
c. Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga terjadi asfiksia sampai dengan lahir mati
d. Perdarahan post partum karena gangguan kontraksi otot rahim.
e. Post partum mudah terjadi infeksi.
f. Bayi mengalami hypoglicemi post partum sehingga dapat menimbulkan kematian
4. Pengaruh DM terhadap kala nifas
a. Mudah terjadi infeksi post partum
b. Kesembuhan luka terlambat dan cenderung infeksi mudah menyebar
5. Pengaruh DM terhadap bayi
a. Abortus, prematur, > usia kandungan 36 minggu
b. Janin besar ( makrosomia )
c. Dapat terjadi cacat bawaan, potensial penyakit saraf dan jiwa
J. Pencegahan
1. Primer : untuk mengurangi obesitas dan BB.
2. Sekunder : deteksi dini, kontrol penyakit hipertensi, anto rokok, perawatan.
3. Tersier :
a. Pendidikan tentang perawatan kaki, cegah ulserasi, gangren dan amputasi.
b. Pemeriksaan optalmologist
c. Albuminuria monitor penyakit ginjal
d. Kontrol hipertensi, status metabolic dan diet rendah protein
e. Pendidikan pasien tentang penggunaan medikasi untuk mengontrol medikasi
K. Terapi
1. Dialysis : peritoneal, hemodialisa
2. Total Nutrisi Parenteral
3. Tube feeding Hyperosmolar
4. Pembedahan
5. Obat : Glukokortikoid, diuretic, dipenilhidonsion, Agmen Beta Adrenergik Bloking, Agen Immunosupresive, diazoxida.
L. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan :
Diuresis osmotik ( dari hiperglikemia ) kehilangan gastrik berlebihan : diare, muntah, masukan dibatasi : mual, kacau mental.
Kemungkinan dibuktikan dengan : peningkatan haluaran urine, urine encer, kelemahan, haus, penurunan berat BB tiba-tiba, membran mokusa kering, turgor kering, hipotensi, takikardi, pelambatan pengisin kapiler.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan dengan tanda vital stabil, nadi ferifer dapat diraba, turgor kulit baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :
- Ketidakcukupan insulin ( penurunan ambilan dan penggunaan glokusa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein / lamak.
- Penurunan masukan oral, anoreksia, mula, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
- Status hipermetabolisme. Pelepasan hormon stress misal ; epenipren, kortisol,dan hormon GH.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
- Melaporkan kemasukan makanan tak adekuat, kurang nafsu makan. Penurunan BB ; kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.
Kroteria Hasil :
- Mencerna jumlah kalori / nutrisi yang tepat
- Menunjukkan tingkat energi biasanya
- Mendemonstrasikan berat badanstabil atau penambahan ke arah rentang biasanya / yang diinginkan dengan nilai laboratrium yang normal.
3. Kelelahan berhubungan dengan :
- Penurunan produksi energi metabolik
- Perubahan kimia darah ; insufisiensi insulin
- Peningkatan kebutuhan energi : status hipermatabolik
Kemungkinan dibuktikan dengan :
- Kurang energi yang berlebihan, ketidakmampuan mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja, kecenderungan untuk kecelakaan.
Kriteria hasil
- Mengungkapkan peningkatan energi
- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Pedjajaran Bandung. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset.
Doenges E, Marilynn. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Kajarta : EGC
Mochtar, Rustam. Prof. DR. 1989. Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi. Edisi I. Jakarta : EGC
Prawiroharjo, Sarwono. 1976. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka

Askep ISK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN
INFEKSI SALURAN KEMIH ( ISK )
Dosen Pengampu : Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.







Disusun Oleh : Kelompok II

Ketua : Satiningsih
Wakil : Aan Novitasari
Anggota :
1. Endra Yulianto
2. Hana Mulyana
3. Nina Sutiani
4. Priyo Dwi Prasetyo
5. Sutri Lestari

AKADEMI PERAWATAN SERULINGMAS
MAOS – CILACAP
2010
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, atas segala petunjuk dan pertolongan-Nya, solawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada sanjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya berkat taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN INFEKSI SALURAN KEMIH ( ISK )" guna memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah III dari dosen.
Materi yang terkandung di dalam makalah ini untuk memberikan sedikit gambaran dan sebagai bahan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan Infeksi Saluran Kemih.
Tak lupa kami penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Bapak Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns., selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
2. Semua pihak yang telah membantu kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, walaupun telah penulis usahakan dengan semaksimal mungkin. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Cilacap, 5 April 2010
Penyusun,


Mahasiswa Akper Serulingmas
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………............................................................................ i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………...... ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………… 1
C. Tujuan Penyusunan ………………………………………….. 1
D. Manfaat Penyusunan ………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian…………………………………………………….
B. Etiologi………………………………………………………..
C. Manifestasi Klinis…………………………………………….
D. Pathofisiologi………………………………………………....
E. Pathway……………………………………………………….
F. Pemeriksaan Diagnostik………………………………………
G. Potensial Komplikasi…………………………………………
H. Penatalaaksanaan……………………………………………..
I. Pengkajian…………………………………………………….
J. Diagnosa dan Intervensi………………………………………

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...………………………………………...............
B. Saran………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Infeksi saluran kencing atau ISK merupakan masalah kesehatan yang cukup serius di bagi jutaan orang tiap tahun. ISK merupakan penyakit infeksi nomor 2 yang paling banyak menyerang manusia di muka bumi. Umumnya penyakit ini menyerang kaum wanita tapi sering juga ditemukan laki laki yang menderita ISK.
Sistem saluran kencing atau sistem urin terdiri dari ginjal, ureter, kandung kencing dan urethra. Diantara keempat organ tersebut, ginjalah yang paling memegang peranan. Ginjal berfungsi menyaring sampah dari saluran darah, mengatur keseimbangan cairan, dan memproduksi beberapa hormon. Ureter berfungsi mengalirkan cairan hasil penyaringan ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara dan bila kandung kemih sudah penuh maka akan dikeluarkan ke dunia luar melalui saluran urethra.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian
2. Etiologi
3. Manifestasi Klinis
4. Pathofisiolgi
5. Pathway
6. Pemeriksaan Diagnosti
7. Potensial Komplikasi
8. Penatalaksanaan
9. Pengkajian
10. Diagnosa keperawatan dan Intervensi

C. Tujuan Penyusunan
1. Untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah III
2. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan.

D. Manfaat Penyusunan
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya seorang perawat.
2. Manfaat Terapan
Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan mengenai Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan Infeksi Saluran Kemih.








BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah istilah umum yang ditujukan pada infeksi bakteri pada saluran kemih ( Engram, 1998 ).
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi disepanjang saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme ( Corwin, 2000 ).
Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah ditemukanya bakteri pada urin di kandung kemih, yang umumnya steril, Istilah ini dipakai secara bergantian dengan istilah infeksi urin. Termasuk pula berbagai infeksi saluran kemih yang tidak hanya mengenai kandung kemih , ( Mansjoer 1999 ).
Infeksi saluran kemih adalah infeksi pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama Eschericia Coli, risiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrument uretral baru, septicemia. ( Tucker, 1998 ).
Jadi infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme disepanjang saluran kemih, baik di uretra ( uretritis );vesikoureter ( sistitis ); ureter ( ureteritis ) maupun di ginjal itu sendiri ( pielonefritis ).
Ada tiga sumber utama untuk masuknya bakteri yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih. Sumber infeksi yang paling banyak adalah meatus, mengakibatkan infeksi asenden. Infeksi desenden berasal dari darah atau limfe dan sering mengakibatkan pielonefritis ( infeksi pada ginjal ). Hal ini menjadi ISK yang serius karena sering menyebabkan terjadinya gagal ginjal. ISK lebih sering terjadi pada wanita dewasa dan meningkat insidennya sesuai pertambahan usia dan aktivitas seksual. Meskipun alas an ini tidak dimengerti dengan jelas, diperkirakan wanita lebih mudah mendapat infeksi dari pada pria disebabkan karena uretra wanita lebih pendek dan tidak mempunyai substansi seperti ditemukan pada cairan seminal.
B. Etiologi
Bermacam-macam mikroorganisme dapat menyebabkan ISK. Penyebab terbanyak adaalh gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus yang kemudian naik ke sistem saluran kemih. Biasanya bakteri enteric, terutama Eschericia Coli pada wanita. Jenis kokus gram positif lebih jaarang sebagai penyebab ISK sedangkan enterokokusdan Staphylococus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih. Lelaki usia lanjut dengan hipertrofi prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter. Bila ditemukan S. aureus dalam urin harus dicurigai adanya infeksi hematogen melalui ginjal. Demikian juga dengan Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25 % pasien demam tifoid dapat diisolasi Salmonella pada urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui jalaan hematogen ialah brusella, nokardia, aktinomises dan Mycobacterium tuberculosae.
Virus sering juga ditemukan pada urin tanpa gejala ISK akut. Kanddida merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien dengan kateter, pasien DM atau yang mendapat pengobatan ddenagn antibiotic spectrum luas. Kandida yang paling sering ialah Candida albicans dan Candida Tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen. Beberapa faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya ISK antara lain :
1. Bendungan aliran urin
• Anomali congenital
• Batu saluran kemih
• Oklusi ureter ( sebagian atau total )
2. Refluks vesikoureter
3. Urin sisa pada buli-buli karena :
• Neurogenic bladder
• Striktur uretra
• Hipertrofi prostat
4. Gangguan metabolic :
• Hiperkalsemia
• Hipokalemia
• Agamaglobuinemia
5. Intrumentasi
• Kateter
• Dilatasi ureter
• Sistoskopi
6. Kehamilan
• Factor stasis dan bendungan
• pH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi atau gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala. Gejala yang sering ditemukan ialah disuria, frekuensi miksi yang bertambah, dan nyeri suprapubik adalah gejala iritasi kandung kemih. Beberapa pasien mengeluh bau yang tidak menyenangkan atau keruh, dan mungkin hematuria. Bila mengenai saluran kemih atas, mungkin terdapat gejala-gejala pielonefritis akut seperti akut seperti mual, demam dan nyeri pada ginjal. Namun pasien dengan infeksi ginjal, mungkin hanya menunjukan gejala saluran kemih bawah atau tidak bergejala.
Gejala lain yang menyertai ISK selain nyeri suprapubik dan daerah pelvis antara lain :
1. Polakisuria
Terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung urin lebih dari 500 ml karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing.
2. Stranguria
Yaitu kencing yang susah dan disertai kejang otot pinggang yang ssering ditemukan pada sistitis akut.
3. Tenesmus
Ialah rasa nyeri denagn keinginan mengosongkan kandung kemih meskipun telah kosong.
4. Nokturia
Ialah cenderung sering kencing pada malam hari akibat kapasitas kandung kemih menurun.
5. Enuresis Nokturnal Sekunder
Yaitu ngompol pada orang dewasa
6. Protastismus
Yaitu kesulitan memulai kencing dan kurang deras arus kencing
7. Nyeri uretra, ureter dan ginjal
Gejala klinis ISK sesuai ddengan bagian saluran kemih yang terinfeksi yaitu :
1. Pada ISK bagian bawah
Keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik.
2. Pada ISK bagian atas
Dapat ditemukan gejala sakit kepala , malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak atau nyeri dipinggang.
( Tjokronegoro , 2001)

D. Patofisiologi
Sebagian infeksisaluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi jamur dan virus juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering adalah yang disebabkan oleh Escheria Coli, suatu organisme yang ditemukan di daerah anus. Organisme-organisme lain yang juga menyebabkan infeksi saluran kemih adaalah golongan Proteus, Klebsiella, Pseudomonas enterokok dan Staphylococus. Pada kebanyakan kasus, organisme tersebut dapat mencapaai kandung kemih saja atau dapat pula merambat keatas melalui ureter sampai ke ginjal. Organisme juga dapat sampai di ginjal melalui aliran darah atau aliran getah bening, tetapi cara ini di anggap jarang terjadi. Tekanan dari aliran kemih menyebabkan saluran kemih normal dapat mengeluarakn bakteri yang ada sebelum bakteri tersebut sempat menyerang mukosa. Mekanisme pertahanan lainnya adalah kerja antibakteri yang dimiliki oleh selaput lender uretra, sifat bakterisidal dari cairan prostat pada pria, dan sifat fagositik epitel kandung kemih. Meskipun ada mekanisme pertahanan seperti ini, infeksi tetaap mungkin terjadi dan kemungkinan ini berkaitan dengan faktor predisposisi.
Obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini mengakibatkan atrofi hebat pada parenkim ginjal. Keadaan ini disebut hidronefrosis. Disamping itu, obstruksi yang terjadi di bawah kandung kemih sering disertai refluks vesikoureter dan infeksi pada ginjal. Penyebab umum obstruksi adalah jaringan parut ginjal atau uretra, batu, neoplasma, hipertrofi prostat, kalainan congenital pada leher kandung kemih dan uretra, dan penyempitan uretra.
ISK sering terjadi pada wanita, salah satu penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah memperoleh akses ke kandung kemih. Faktor lain yang berperan meningkatkan infeksi saluran kemih pada wanita adalah kecenderungan menahan urin, perubaahaan pH dan flora vulva dalam siklus menstruasi serta iritasi kulit lubang uretra pada wanita sewaktu berhubungan kelamin. Uretra yang pendek meningkatkan kemungkinan mikroorganisme yang menempel sewaktu berhubungan kelamin memiliki akses ke kandung kemih. Wanita hamil mengalami relaksasi semua otot polos yang dipengaruhi oleh progesterone, termasuk kandung kemih dam ureter, sehingga mereka cenderung menahan urin di bagian-bagian tersebut. Uterus padaa kehamilan juga daapaat menghambat aliran urin pada keadaan-keadaan tertentu.
Faktor protektif yang melawan infeksi saluran kemih pada wanita adalah pembentukan selaput mucus yang dependen estrogen di kandung kemih. Mucus ini memiliki fungsi sebagai antimikroba. Pada keduaa jenis kelamin, proteksi terhadap ISK terbentuk oleh sifat alami urin yang asam dan berfungssi sebagai bahan antibakteri.
Pengidap diabetes juga berisiko mengalami ISK berulang karena tingginya kadar glukosa dalam urin, fungsi imun menurun, dan peningkataan frekuensi kandung kemih neurogenik. Individu yang mengalami cedera korda spinalis atau menggunakan kateter urin untuk berkemih juga mengalami peningkatan risiko infeksi.
( Corwin, 2000 : Price, 1995 )














F. Pemeriksaan Diagnostik
- Urinalisa
1. Keruh
2. Bakteri
3. Piuria
4. Sel darah putih
5. Sel darah merah mungkin ada
- Kultur urin dan sensitivitas positif
- Radiografi
1. Urografi ekskretori
2. Sistoskopi
3. Sinar z ginjal, ureter dan kandung kemih ( GUK ) mengidentifikasi anomaly struktur nyata.
4. Pielografi intravena ( IVP ) mengidentifikasi perubahan atau abnormalitas struktur.
( Engram, 1998 )
G. Potensial Komplikasi
- ISK progresi kearah ginjal mengakibatkan
1. Sepsis
2. Mual, muntah, dehidrasi
3. Jaringan parut parenkim
4. Abses ginjal
5. Abses perinefrik
- Kambuh ( kemungkinan 20%-50% )
- Pembentukan batu ginjal
- Septikemia
- Kerusakan ginjal.
H. Penatalaksanaan
- Medis
1. Terapi antibiotika diberikan hasik kultur dan sensitivitas urin.
2. Pemberian cairan
3. Analgetik
4. Sistoskopi
5. Pasien dengan pielonefritis akut harus dirawat di rumah sakit dan diberikan terapi antibiotic parenteral serta pemeriksanaan lanjut. Bila gejala tidak berkurang, dilakukan USG ginjal untuk mengetahuiapakah terdapat obstruksi.
6. Intervensi pembedahan jika terjaddi obstruksi
7. Pada kasus yang sulit dapat diberikan obat profilaksis dosis rendah sebelum tidur setiap malam, misalnya nitrofurantion, trimetprim, dan sulfametoksazol, biasanya selama 3-6 bulan.
8. Pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan biasanyaa berupa pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur secara berulang.

FOKUS KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
a. Riwayat ISK sebelumnya
b. Obstruksi pada saluran kemih
2. Adanya faktor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial :
a. Pemasangan kateter
b. Imobilisasi dalam waktu yang lama
c. Inkontinensia
3. Kaji manifestasi klinis dari infeksi saluran kemih
a. Dorongan
b. Frekuensi
c. Disuria
d. Bau urin yang menyengat
e. Nyeri biasanya pada suprapubik, pada ISK bawah dan sakit pada panggul, pada ISK atas ( perkusi daerah kostovertebra untuk mengkaji nyeri tekan panggul )
f. Demam, khususnya pada ISK atas
4. Kaji perasaan-perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan. Terutama pada wanita sering berfokus pada rasa takut akan kekambuhan, dimana menyebabkan penolakan terhadap aktivitas seksual. Nyeri dan kelelahan yang berkenaan dengan infeksi dapat berpengaruh pada penampilan keerja dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS ).
5. Pasien dianjurkan untuk banyak minum agar dieresis meningkat.
6. Tirah baring dengan aktivitas kembali toleransi.
7. Wanita dan gadis diaanjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin merayap naik ke uretra. Wanita dan gadis harus diberitahu untuk membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang uretra oleh bakteri feses. Demikian juga, wanita dianjurkan untuk berkemih sehabis berhubungan kelamin untuk membilas mikroorganisme yang masuk.
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan gaangguan sistem perkemihan ( ISK ) sesuai dengan pathway keperawatan yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan infeksi saluran perkemihan ( Carpenito, 2000 )
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan bahwa nyeri berkurang
b. Memperlihatkan ekspresi wajah serta tubuh rileks
c. Mengungkapkan adanya kemajuan aktivitas sehari-hari
Fokus Intervensi :
a. Mandiri :
- Pantau haluaran urin terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih.
- Pantau masukan dan haluaran urin setiap 8 jam
- Pantau hasil urinalisis ulang.
- Jika frekuensi menjadi masalah, janin akses ke kamar mandi, pispot tempat tidur atau bed pain.
- Anjurkan pasien untukberkemih kapan saja ada keinginan
b. Kolaboratif :
- Konsul dokter bila; sebelumnya kuning gading , urin kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh, pola berkemih berubah, sebagai contoh sering berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih, nyeri menetap atau beertambah sakit.
- Berikan analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
- Berikan antibiotic, buat berbagaai variasi sediaan minum termasuk air segar disamping tempat tidur. Pemberian air sampai 2400 ml/hari.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan anorekssia, mual / muntah
Tujuan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :Berat badan meningkat, nafsu makan meningkat, tidak mual/muntah
Fokus intervensi :
a. Mandiri :
- Kaji / catat pemasukan diet
- Berikan makanan sedikit dan sering
- Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada pilihan menu
- Timbang berat badan setiap hari
b. Kolaboratif
- Awasi pemeriksaan laboratorium , contoh BUN, albumin serum, ransferin, natrium dan kalium.
- Konsul dengan ahli gizi / ilmu pendukung nutrisi
- Batasi kalium, natriumdan pemasukan fosfat sesuai indikasi.
- Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi,kalsium, vitamin D, vitamin Bkompleks, antiemetic contoh proklorperazin ( compazin ), trimetobenzamid ( tigan ).
3. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih / iritasi kandung kemih sekunder akibat infeksi, glikosuria atau uretritis. ( Carpenito,2000 )
Tujuan : Perubahan pola eliminasi urin dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Individu akan menjadi kontinen (terutama selama siang hari, malam, 24 jam ).
b. Individu akan mengetahui cairan yang masuk dan keluar seimbang.
c. Pola eliminasi dalam batas normal dan dapat terkontrol
Fokus intervensi :
a. Mandiri
- Kaji adanya kateter uretral dan observasi aliran urin
- Catat keluaran urin, selidiki penurunan / penghentian aliran urin tiba-tiba.
- Observasi dan catat warna urin, perhatikan hematuria
- Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat.
- Awasi tanda vital, kaji nada perifer, turgor kulit, pengisian kapiler, dan mukosa mulut.
- Hindari minum teh, kopi dan alcohol
b. Kolaboratif
- Berikan cairan IV sesuai indikasi
- Awasi elektrolit, GDA, kalsium
- Siapkan untuk tes diagnostic, prosedur sesuai indikasi
4. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urin atau pemasangan kateter urin dan invasi mikroorganisme .
Tujuan : Risiko infeksi dapat teratasi / tidak terjaddi
Kriteria hasil :
- Tidak mengalami tanda tanda infeksi
- Pasien akan mencapaai waktu penyembuhan
Fokus intervensi:
a. Mandiri :
- Kaji suhu tubuh setiap 4 jam dan laporkaan jika kenaikan suhu lebih tinggi dari 38,50 C
- Untuk meningkatkan masukan cairan lebih dari 2500 ml/hari agar mendorong bakteri keluar, kecuali ada kontraindikasi
- Pantau contoh urin ulang untuk kultur dan sensitivitas untuk penentuan respon terhadap terapi.
- Intruksikan pasien untuk berkemih jika ada dorongan untuk berkemih sebelum dan setelah koitus, dan tiap 3-4 jam, kecuali selama waktu tidur.
- Ajarkan pasien untuk mandi dengan sabun antibakteri.
- Ajarkan pasien wanita untuk menghindari mandi rendam.
- Berikan hygiene perineal yang baik, jaga daerah perineal tetap kering dan bersih.
- Ajarkan pasien wanita untuk membersihkan atau merawat perineal setelah berkemih dengan gerakan dari depan kebelakang.
b. Kolaboratif :
- Berikan antibiotic sesuai indikasi
- Perhatikan karakteristik urin dan laporkan jika keruh dan baunya menyimpang.
- Tampung urin tengah dan atau urin yang bersih untuk periksa kultur dan sensitivitas jika urin yang keluar mencurigakan.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan haluaran urin yang berlebihan.
Tujuan : Kekurangan volume cairan dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Meningkatkan masukan cairaan minimal 2000 ml ( kecuali bila kontraindikasi )
b. Mempertahankan berat jenis urin dalam batas normal.
c. Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi.
Fokus intervensi :
a. Mandiri :
- Kaji minuman yang disukai / tidak disukai, berikan minuman yang disukai dalaam batasan diet.
- Masukan cairan untuk setiap pergantian ( missal, 1000 ml selama siang hari, 800 ml untuk sore hari, 300 ml pada malam hari ).
- Pantau masukan, pastikan sedikitnya 1500 ml cairan oral setiap 24 jam.
- Pantau haluaran, pastikan sedikitnya 1000-1500 ml / 24 jam. Pantau terhadap penurunan berat jenis urin.
- Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen, urin, dan serum, osmolalitas, kreatinin, hematokrit dan hemoglobin.
- Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah atau demam.
- Ajarkan bahwa kopi, the, dan jus buah anggur menyebabkan dieresis dan dapat menembah kehilangan cairan.
b. Kolaboratif ;
- Awasi pemeriksaan laboratorium seperti : kadar elektrolit darah, nitrogen, urin dan serum, osmolalitas, kreatinin, hematokrit dan hemoglobin.
- Berikan obat sesuai indikasi : antiemetic, contoh proklorperazin ( compazin ).
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme dan kelelahan sekunder akibat infeksi pada saluran kemih
Tujuan : Akitifitas meningkat / kembali toleransi
Kriteria hasil :
a. Mampu mengidentifikasi faktor – faktor yang menurunkan toleransi aktivitas.
b. Klien melaporkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktivitas.
Fokus intervensi :
a. Mandiri :
- Kaji respon individu terhadaap aktivitas; ukur nadi, tekanan darah, dan pernapasan saat istirahat.
- Tingkatkan aktivitas secara bertahap; untuk klien yang sedang atau pernah tirah baring lama, mulai lakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
- Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas.
- Berikan aktivitas pengganti yang menyenangkan dan tenang seperti membaca, mendengarkan radio dan menonton televise.
b. Kolaboratif :
- Berikan obat sesuai indikasi.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder akibat disuria, retensi atau inkontinensia urin ( Carpenito, 2000 ).
Tujuan : Kebutuhan istirahat / tidur dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Melaporkan dapat beristirahat / tidur
b. Melaporkan pengurangan berkemih pada malam hari
Fokus intervensi :
a. Mandiri :
- Dorong klien untuk tidur siang.
- Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman.
- Kurangi kebisingan.
- Batasi masukan minuman yang mengandung kafein setelah sore hari.
- Jelaskan pada individu atau keluarga penyebab gangguan tidur / istirahat dan kemungkinan cara menghindarinya; hindari alcohol, pertahankan waktu tidur teratur, jangan latihan dalam 3 jam waktu tidur.
b. Kolaboratif :
- Berikan diuretik sesuai indikasi
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi atau tidak mengenal sumber informasi ( Carpenito, 2000 ).
Tujuan : Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi atau tidak mengenal sumber informasi ( Carpenito, 2000 ).
Kriteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman mengenai penyakitnya.
b. Menunjukan kebenaran konsep tentang status kesehatan.
Fokus intervensi :
a. Mandiri :
- Kaji kemampuan klien untuk belajar
- Tekankan pentingnya mempertahankan asupan nutrisi dan pemasukan cairan adekuat ( sedikitnya 2-3/ hari ).
- Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat, contoh kencing darah ( hematuri ).
- Masukan sumber – sumber tertulis / gambar
- Diskusikan harapan masa depan.
b. Kolaboratif :
- Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan.
- Identifikasi tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh perubahan karakter, jumlah dan aliran urin.











BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kami menyimpulkan bahwa Sistem saluran kencing atau sistem urin terdiri dari ginjal, ureter, kandung kencing dan urethra. Diantara keempat organ tersebut, ginjalah yang paling memegang peranan. Ginjal berfungsi menyaring sampah dari saluran darah, mengatur keseimbangan cairan, dan memproduksi beberapa hormon. Ureter berfungsi mengalirkan cairan hasil penyaringan ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara dan bila kandung kemih sudah penuh maka akan dikeluarkan ke dunia luar melalui saluran urethra.

B. Saran
Dari kesimpulan diatas kami menyarankan kepada khususnya tenaga kesehatan atau perawat untuk lebih mempelajari tentang Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan Infeksi Saluran Kemih untuk menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kesehatan.












DAFTAR PUSTAKA

Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.