Selasa, 15 Juni 2010

Askep Efusi Pleura

MAKALAH
EFUSI PLEURA
Dosen Pengampu : Iva Puspaneli, S.Kep.,Ns.











DISUSUN OLEH :
NINA SUTANI
08.071


AKADEMI PERAWATAN SERULINGMAS
MAOS – CILACAP
2010
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, atas segala petunjuk dan pertolongan-Nya, solawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada sanjungan kita Nabi Muhammad SAW.Selanjutnya berkat taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah “EFUSI PLEURA” guna memenuhi tugas Patofisiologi.
Materi yang terkandung di dalam makalah ini untuk memberikan sedikit gambaran dan sebagai bahan pembelajaran tentang efusi pleura.
Tak lupa kami penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Ibu Iva Puspaneli,S.Kep.,Ns,. selaku dosen mata kuliah patofisiologi
2. Semua pihak yang telah membantu kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, walaupun telah penulis usahakan dengan semaksimal mungkin. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Cilacap, 20 Februari 2010
Penyusun,



Mahasiswa Akper Serulingmas


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………………........ ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………..…………............. 1 1
B. Rumusan Masalah…….…………………………….. 1
C. Tujuan Penyusunan…….………………………........ 1
D. Manfaat Penyusunan ……………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi …………………………………………….. 3
B. Etiologi…………………………………………….... 3
C. Tanda dan Gejala…………………………………… 4
D. Patofisiologi……………………………………….... 4
E. Pemeriksaan Penunjang…………………………….. 5
F. Penatalaksanaan Medis……………………………… 5
G. Water Seal Drainase………………………………… 6
H. Pengkajian…………………………………………... 7
I. Diagnosa Keperawatan……………………………… 8
J. Intervensi ……………………………………............ 9

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………. 12
B. Saran………………………………………………... 12

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
B. Rumusan Masalah
1. Definisi
2. Etiologi
3. Tanda dan Gejala
4. Patofisiologi
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Penatalaksanaan
7. Water Seal Drainse
8. Pengkajian
9. Diagnosa Keperawatan
10. Intervensi

C. Tujuan Penyusunan
1. Untuk memenuhi tugas Patofisiologi
2. Untuk mengetahui lebih jauh tentang penyakit efusi pleura





D. Manfaat Penyusunan
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya seorang perawat.
2. Manfaat Terapan
Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan mengenai Heating atau menjahit luka.

























BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)
B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
1. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3. Peningkatan tekanan negative intrapleural
4. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C. Tanda dan Gejala
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
2. Ultrasonografi
3. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
4. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
5. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
F. .Penatalaksanaan Medis
1. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
2. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
3. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
4. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
5. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
G. Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
2. Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks
c. Torakotomi
d. Efusi pleura
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
3. Tujuan Pemasangan
a. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
b. Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
c. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
d. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
4. Tempat pemasangan
a. Apikal
 Letak selang pada interkosta III mid klavikula
 Dimasukkan secara antero lateral
 Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
 Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
 Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
5. Jenis WSD
• Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks
• Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol water seal.
• System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.
H. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
5. nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat,sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan


J. Intervensi :
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
 Identifikasi etiologi atau factor pencetus
 Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
 Auskultasi bunyi napas
 Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
 Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
 Bila selang dada dipasang :
a. periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampung
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
 Berikan oksigen melalui kanul/masker
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
- Pasien tampak tenang
Intervensi :
 Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
 Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
 Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
 Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
 Berikan analgetik sesuai indikasi
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
- Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
- Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
 Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
 Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
 Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan
 Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
 Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
- Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi :
 Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
 Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
 Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
 Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
 Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kami menyimpulkan bahwa efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural yang disebabkan oleh hambatan resobrsi cairan dari rongga pleura dan pembentukan cairan yang berlebihan.

B. Saran
Dari kesimpulan diatas kami menyarankan kepada khususnya tenaga kesehatan atau perawat untuk lebih mempelajari tentang efusi pleura dan asuhan keperawatanya untuk menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kesehatan.


















DAFTAR PUSTAKA

Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

Askep Ibu Hamil Dengan DM

ASKEP IBU HAMIL
DENGAN RESIKO TINGGI DM
Dosen Pengampu : Yenni Kristiana, S.Kep.,Ns.







Disusun Oleh : Kelompok IV

1. Aji Prihambudi
2. Endra Yulianto
3. Laelatul Fitroh
4. Nina Sutiani
5. Prio Dwi Prasetyo
6. Tinggal Triatun
7. Zain Atiqoh

AKADEMI PERAWATAN SERULINGMAS
MAOS – CILACAP
2010
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, atas segala petunjuk dan pertolongan-Nya, solawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada sanjungan kita Nabi Muhammad SAW.Selanjutnya berkat taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah “ASKEP IBU HAMIL DENGAN RESIKO TINGGI DM” guna memenuhi tugas Keperawatan Maternitas dari dosen.
Materi yang terkandung di dalam makalah ini untuk memberikan sedikit gambaran dan sebagai bahan pembelajaran tentang Askep Ibu Hamil Dengan Resiko Tinggi DM..
Tak lupa kami penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Ibu Yenni Kristiana,S.Kep.,Ns., selaku dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas.
2. Semua pihak yang telah membantu kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, walaupun telah penulis usahakan dengan semaksimal mungkin. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Cilacap, 29 Maret 2010
Penyusun,



Mahasiswa Akper Serulingmas
ASKEP IBU HAMIL DENGAN RESIKO TINGGI DM

A. Pengertian
Ibu hamil dengan resiko tinggi yaitu Ibu Hamil yang mengalami risiko atau bahaya yang lebih besar pada waktu kehamilan maupun persalinan, bila dibandingkan dengan Ibu Hamil yang normal.
B. Yang termasuk Ibu Hamil dengan Risiko Tinggi
- Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm.
- Bentuk panggul ibu yang tidak normal.
- Badan Ibu kurus pucat.
- Umur Ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
- Jumlah anak lebih dari 4 orang.
- Jarak kelahiran anak kurang dari 2 tahun.
- Adanya kesulitan pada kehamilan atau persalinan yang lalu.
- Sering terjadi keguguran sebelumnya.
- Kepala pusing hebat.
- Kaki bengkak.
- Perdarahan pada waktu hamil.
- Keluar air ketuban pada waktu hamil.
- Batuk-batuk lama.

C. Bahaya yang dapat ditimbulkan akibat Ibu hamil dengan risiko tinggi
- Bayi lahir belum cukup bulan.
- Bayi lahir dengan berat kahir rendah (BBLR).
- Keguguran (abortus).
- Persalinan tidak lancar / macet.
- Perdarahan sebelum dan sesudah persalinan.
- Janin mati dalam kandungan.
- Ibu hamil / bersalin meninggal dunia.
- Keracunan kehamilan/kejang-kejang.
D. Cara mencegah kehamilan risiko tinggi
- Dengan memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur ke Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit, paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan.
- Dengan mendapatkan imunisasi TT 2X.
- Bila ditemukan kelainan risiko tinggi pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif.
- Makan makanan yang bergizi yaitu memenuhi 4 sehat 5 sempurna.
E. Definisi
DM adalah penyakit kronik yang komplek yang dikarakterisasikan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak, hiperglikemi dan perkembangan dari mikrovaskuler ( kental kapiler), arterisklerosis, makrivaskuler komplikasi dan neuropatik ( gangguan struktus dan fungsi ginjal).

F. Etiologi
Penyakit gula dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi. Berkurangnya glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga dipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes akan mempengaruhi kehamilan dan persalinan.
Factor Predisposisi :
1. Umur sudah mulai tua
2. Multiparitas
3. Penderita gemuk
4. Kelainan anak lebih besar dari 4000 g
5. Bersifat keturunan
6. Pada pemeriksaan terdapat gula dalam urine
7. Riwayat kehamilan : Sering meninggal dalam rahim, Sering mengalami lahir mati, Sering mengalami keguguran
8. Glokusuria
G. Klasifikasi Diabetes Melitus
a) Type I ( IDDM ) : DM yang berganyung pada insulin
b) Type II ( NIDDM ) : Orang tidak bergantung pada insulin, tetapi dapat diobati dengan insulin, muncul > 50 tahun.
c) Diabetes Laten : Subklinis atau diabetes hamil, uji toleransi gula tidak normal. Pengobatan tidak memerlukan insulin cukup dengan diit saja.
H. Epidemitologi
Gangguan DM terjadi 2 % dari semua wanita hamil, kejadian meningkat sejalan dengan umur kehamilan, tetapi tidak merupakan kecenderungan orang dengan gangguan toleransi glokusa , 25% kemungkinan akan berkembang menjadi DM.
I. Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Kehamilan
1. Pengaruh kehamilan, persalinan dan nifas terhadap DM
a. Kehamilan dapat menyebabkan status pre diabetik menjadi manifes ( diabetik).
b. DM akan menjadi lebih berat karena kehamilan
2. Pengaruh penyakit gula terhadap kehamilan di antaranya adalah :
a. Abortus dan partus prematurus
b. Hidronion
c. Pre-eklamasi
d. Kesalahan letak jantung
e. Insufisiensi plasenta
3. Pengaruh penyakit terhadap persalinan
a. Gangguan kontraksi otot rahim partus lama / terlantar.
b. Janin besar sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
c. Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga terjadi asfiksia sampai dengan lahir mati
d. Perdarahan post partum karena gangguan kontraksi otot rahim.
e. Post partum mudah terjadi infeksi.
f. Bayi mengalami hypoglicemi post partum sehingga dapat menimbulkan kematian
4. Pengaruh DM terhadap kala nifas
a. Mudah terjadi infeksi post partum
b. Kesembuhan luka terlambat dan cenderung infeksi mudah menyebar
5. Pengaruh DM terhadap bayi
a. Abortus, prematur, > usia kandungan 36 minggu
b. Janin besar ( makrosomia )
c. Dapat terjadi cacat bawaan, potensial penyakit saraf dan jiwa
J. Pencegahan
1. Primer : untuk mengurangi obesitas dan BB.
2. Sekunder : deteksi dini, kontrol penyakit hipertensi, anto rokok, perawatan.
3. Tersier :
a. Pendidikan tentang perawatan kaki, cegah ulserasi, gangren dan amputasi.
b. Pemeriksaan optalmologist
c. Albuminuria monitor penyakit ginjal
d. Kontrol hipertensi, status metabolic dan diet rendah protein
e. Pendidikan pasien tentang penggunaan medikasi untuk mengontrol medikasi
K. Terapi
1. Dialysis : peritoneal, hemodialisa
2. Total Nutrisi Parenteral
3. Tube feeding Hyperosmolar
4. Pembedahan
5. Obat : Glukokortikoid, diuretic, dipenilhidonsion, Agmen Beta Adrenergik Bloking, Agen Immunosupresive, diazoxida.
L. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan :
Diuresis osmotik ( dari hiperglikemia ) kehilangan gastrik berlebihan : diare, muntah, masukan dibatasi : mual, kacau mental.
Kemungkinan dibuktikan dengan : peningkatan haluaran urine, urine encer, kelemahan, haus, penurunan berat BB tiba-tiba, membran mokusa kering, turgor kering, hipotensi, takikardi, pelambatan pengisin kapiler.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan dengan tanda vital stabil, nadi ferifer dapat diraba, turgor kulit baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :
- Ketidakcukupan insulin ( penurunan ambilan dan penggunaan glokusa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein / lamak.
- Penurunan masukan oral, anoreksia, mula, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
- Status hipermetabolisme. Pelepasan hormon stress misal ; epenipren, kortisol,dan hormon GH.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
- Melaporkan kemasukan makanan tak adekuat, kurang nafsu makan. Penurunan BB ; kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.
Kroteria Hasil :
- Mencerna jumlah kalori / nutrisi yang tepat
- Menunjukkan tingkat energi biasanya
- Mendemonstrasikan berat badanstabil atau penambahan ke arah rentang biasanya / yang diinginkan dengan nilai laboratrium yang normal.
3. Kelelahan berhubungan dengan :
- Penurunan produksi energi metabolik
- Perubahan kimia darah ; insufisiensi insulin
- Peningkatan kebutuhan energi : status hipermatabolik
Kemungkinan dibuktikan dengan :
- Kurang energi yang berlebihan, ketidakmampuan mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja, kecenderungan untuk kecelakaan.
Kriteria hasil
- Mengungkapkan peningkatan energi
- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Pedjajaran Bandung. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset.
Doenges E, Marilynn. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Kajarta : EGC
Mochtar, Rustam. Prof. DR. 1989. Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi. Edisi I. Jakarta : EGC
Prawiroharjo, Sarwono. 1976. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka

Askep ISK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN
INFEKSI SALURAN KEMIH ( ISK )
Dosen Pengampu : Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.







Disusun Oleh : Kelompok II

Ketua : Satiningsih
Wakil : Aan Novitasari
Anggota :
1. Endra Yulianto
2. Hana Mulyana
3. Nina Sutiani
4. Priyo Dwi Prasetyo
5. Sutri Lestari

AKADEMI PERAWATAN SERULINGMAS
MAOS – CILACAP
2010
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, atas segala petunjuk dan pertolongan-Nya, solawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada sanjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya berkat taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN INFEKSI SALURAN KEMIH ( ISK )" guna memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah III dari dosen.
Materi yang terkandung di dalam makalah ini untuk memberikan sedikit gambaran dan sebagai bahan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan Infeksi Saluran Kemih.
Tak lupa kami penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Bapak Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns., selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
2. Semua pihak yang telah membantu kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, walaupun telah penulis usahakan dengan semaksimal mungkin. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Cilacap, 5 April 2010
Penyusun,


Mahasiswa Akper Serulingmas
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………............................................................................ i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………...... ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………… 1
C. Tujuan Penyusunan ………………………………………….. 1
D. Manfaat Penyusunan ………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian…………………………………………………….
B. Etiologi………………………………………………………..
C. Manifestasi Klinis…………………………………………….
D. Pathofisiologi………………………………………………....
E. Pathway……………………………………………………….
F. Pemeriksaan Diagnostik………………………………………
G. Potensial Komplikasi…………………………………………
H. Penatalaaksanaan……………………………………………..
I. Pengkajian…………………………………………………….
J. Diagnosa dan Intervensi………………………………………

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...………………………………………...............
B. Saran………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Infeksi saluran kencing atau ISK merupakan masalah kesehatan yang cukup serius di bagi jutaan orang tiap tahun. ISK merupakan penyakit infeksi nomor 2 yang paling banyak menyerang manusia di muka bumi. Umumnya penyakit ini menyerang kaum wanita tapi sering juga ditemukan laki laki yang menderita ISK.
Sistem saluran kencing atau sistem urin terdiri dari ginjal, ureter, kandung kencing dan urethra. Diantara keempat organ tersebut, ginjalah yang paling memegang peranan. Ginjal berfungsi menyaring sampah dari saluran darah, mengatur keseimbangan cairan, dan memproduksi beberapa hormon. Ureter berfungsi mengalirkan cairan hasil penyaringan ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara dan bila kandung kemih sudah penuh maka akan dikeluarkan ke dunia luar melalui saluran urethra.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian
2. Etiologi
3. Manifestasi Klinis
4. Pathofisiolgi
5. Pathway
6. Pemeriksaan Diagnosti
7. Potensial Komplikasi
8. Penatalaksanaan
9. Pengkajian
10. Diagnosa keperawatan dan Intervensi

C. Tujuan Penyusunan
1. Untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah III
2. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan.

D. Manfaat Penyusunan
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya seorang perawat.
2. Manfaat Terapan
Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan mengenai Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan Infeksi Saluran Kemih.








BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah istilah umum yang ditujukan pada infeksi bakteri pada saluran kemih ( Engram, 1998 ).
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi disepanjang saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme ( Corwin, 2000 ).
Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah ditemukanya bakteri pada urin di kandung kemih, yang umumnya steril, Istilah ini dipakai secara bergantian dengan istilah infeksi urin. Termasuk pula berbagai infeksi saluran kemih yang tidak hanya mengenai kandung kemih , ( Mansjoer 1999 ).
Infeksi saluran kemih adalah infeksi pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama Eschericia Coli, risiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrument uretral baru, septicemia. ( Tucker, 1998 ).
Jadi infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme disepanjang saluran kemih, baik di uretra ( uretritis );vesikoureter ( sistitis ); ureter ( ureteritis ) maupun di ginjal itu sendiri ( pielonefritis ).
Ada tiga sumber utama untuk masuknya bakteri yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih. Sumber infeksi yang paling banyak adalah meatus, mengakibatkan infeksi asenden. Infeksi desenden berasal dari darah atau limfe dan sering mengakibatkan pielonefritis ( infeksi pada ginjal ). Hal ini menjadi ISK yang serius karena sering menyebabkan terjadinya gagal ginjal. ISK lebih sering terjadi pada wanita dewasa dan meningkat insidennya sesuai pertambahan usia dan aktivitas seksual. Meskipun alas an ini tidak dimengerti dengan jelas, diperkirakan wanita lebih mudah mendapat infeksi dari pada pria disebabkan karena uretra wanita lebih pendek dan tidak mempunyai substansi seperti ditemukan pada cairan seminal.
B. Etiologi
Bermacam-macam mikroorganisme dapat menyebabkan ISK. Penyebab terbanyak adaalh gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus yang kemudian naik ke sistem saluran kemih. Biasanya bakteri enteric, terutama Eschericia Coli pada wanita. Jenis kokus gram positif lebih jaarang sebagai penyebab ISK sedangkan enterokokusdan Staphylococus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih. Lelaki usia lanjut dengan hipertrofi prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter. Bila ditemukan S. aureus dalam urin harus dicurigai adanya infeksi hematogen melalui ginjal. Demikian juga dengan Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25 % pasien demam tifoid dapat diisolasi Salmonella pada urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui jalaan hematogen ialah brusella, nokardia, aktinomises dan Mycobacterium tuberculosae.
Virus sering juga ditemukan pada urin tanpa gejala ISK akut. Kanddida merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien dengan kateter, pasien DM atau yang mendapat pengobatan ddenagn antibiotic spectrum luas. Kandida yang paling sering ialah Candida albicans dan Candida Tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen. Beberapa faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya ISK antara lain :
1. Bendungan aliran urin
• Anomali congenital
• Batu saluran kemih
• Oklusi ureter ( sebagian atau total )
2. Refluks vesikoureter
3. Urin sisa pada buli-buli karena :
• Neurogenic bladder
• Striktur uretra
• Hipertrofi prostat
4. Gangguan metabolic :
• Hiperkalsemia
• Hipokalemia
• Agamaglobuinemia
5. Intrumentasi
• Kateter
• Dilatasi ureter
• Sistoskopi
6. Kehamilan
• Factor stasis dan bendungan
• pH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi atau gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala. Gejala yang sering ditemukan ialah disuria, frekuensi miksi yang bertambah, dan nyeri suprapubik adalah gejala iritasi kandung kemih. Beberapa pasien mengeluh bau yang tidak menyenangkan atau keruh, dan mungkin hematuria. Bila mengenai saluran kemih atas, mungkin terdapat gejala-gejala pielonefritis akut seperti akut seperti mual, demam dan nyeri pada ginjal. Namun pasien dengan infeksi ginjal, mungkin hanya menunjukan gejala saluran kemih bawah atau tidak bergejala.
Gejala lain yang menyertai ISK selain nyeri suprapubik dan daerah pelvis antara lain :
1. Polakisuria
Terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung urin lebih dari 500 ml karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing.
2. Stranguria
Yaitu kencing yang susah dan disertai kejang otot pinggang yang ssering ditemukan pada sistitis akut.
3. Tenesmus
Ialah rasa nyeri denagn keinginan mengosongkan kandung kemih meskipun telah kosong.
4. Nokturia
Ialah cenderung sering kencing pada malam hari akibat kapasitas kandung kemih menurun.
5. Enuresis Nokturnal Sekunder
Yaitu ngompol pada orang dewasa
6. Protastismus
Yaitu kesulitan memulai kencing dan kurang deras arus kencing
7. Nyeri uretra, ureter dan ginjal
Gejala klinis ISK sesuai ddengan bagian saluran kemih yang terinfeksi yaitu :
1. Pada ISK bagian bawah
Keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik.
2. Pada ISK bagian atas
Dapat ditemukan gejala sakit kepala , malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak atau nyeri dipinggang.
( Tjokronegoro , 2001)

D. Patofisiologi
Sebagian infeksisaluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi jamur dan virus juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering adalah yang disebabkan oleh Escheria Coli, suatu organisme yang ditemukan di daerah anus. Organisme-organisme lain yang juga menyebabkan infeksi saluran kemih adaalah golongan Proteus, Klebsiella, Pseudomonas enterokok dan Staphylococus. Pada kebanyakan kasus, organisme tersebut dapat mencapaai kandung kemih saja atau dapat pula merambat keatas melalui ureter sampai ke ginjal. Organisme juga dapat sampai di ginjal melalui aliran darah atau aliran getah bening, tetapi cara ini di anggap jarang terjadi. Tekanan dari aliran kemih menyebabkan saluran kemih normal dapat mengeluarakn bakteri yang ada sebelum bakteri tersebut sempat menyerang mukosa. Mekanisme pertahanan lainnya adalah kerja antibakteri yang dimiliki oleh selaput lender uretra, sifat bakterisidal dari cairan prostat pada pria, dan sifat fagositik epitel kandung kemih. Meskipun ada mekanisme pertahanan seperti ini, infeksi tetaap mungkin terjadi dan kemungkinan ini berkaitan dengan faktor predisposisi.
Obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini mengakibatkan atrofi hebat pada parenkim ginjal. Keadaan ini disebut hidronefrosis. Disamping itu, obstruksi yang terjadi di bawah kandung kemih sering disertai refluks vesikoureter dan infeksi pada ginjal. Penyebab umum obstruksi adalah jaringan parut ginjal atau uretra, batu, neoplasma, hipertrofi prostat, kalainan congenital pada leher kandung kemih dan uretra, dan penyempitan uretra.
ISK sering terjadi pada wanita, salah satu penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah memperoleh akses ke kandung kemih. Faktor lain yang berperan meningkatkan infeksi saluran kemih pada wanita adalah kecenderungan menahan urin, perubaahaan pH dan flora vulva dalam siklus menstruasi serta iritasi kulit lubang uretra pada wanita sewaktu berhubungan kelamin. Uretra yang pendek meningkatkan kemungkinan mikroorganisme yang menempel sewaktu berhubungan kelamin memiliki akses ke kandung kemih. Wanita hamil mengalami relaksasi semua otot polos yang dipengaruhi oleh progesterone, termasuk kandung kemih dam ureter, sehingga mereka cenderung menahan urin di bagian-bagian tersebut. Uterus padaa kehamilan juga daapaat menghambat aliran urin pada keadaan-keadaan tertentu.
Faktor protektif yang melawan infeksi saluran kemih pada wanita adalah pembentukan selaput mucus yang dependen estrogen di kandung kemih. Mucus ini memiliki fungsi sebagai antimikroba. Pada keduaa jenis kelamin, proteksi terhadap ISK terbentuk oleh sifat alami urin yang asam dan berfungssi sebagai bahan antibakteri.
Pengidap diabetes juga berisiko mengalami ISK berulang karena tingginya kadar glukosa dalam urin, fungsi imun menurun, dan peningkataan frekuensi kandung kemih neurogenik. Individu yang mengalami cedera korda spinalis atau menggunakan kateter urin untuk berkemih juga mengalami peningkatan risiko infeksi.
( Corwin, 2000 : Price, 1995 )














F. Pemeriksaan Diagnostik
- Urinalisa
1. Keruh
2. Bakteri
3. Piuria
4. Sel darah putih
5. Sel darah merah mungkin ada
- Kultur urin dan sensitivitas positif
- Radiografi
1. Urografi ekskretori
2. Sistoskopi
3. Sinar z ginjal, ureter dan kandung kemih ( GUK ) mengidentifikasi anomaly struktur nyata.
4. Pielografi intravena ( IVP ) mengidentifikasi perubahan atau abnormalitas struktur.
( Engram, 1998 )
G. Potensial Komplikasi
- ISK progresi kearah ginjal mengakibatkan
1. Sepsis
2. Mual, muntah, dehidrasi
3. Jaringan parut parenkim
4. Abses ginjal
5. Abses perinefrik
- Kambuh ( kemungkinan 20%-50% )
- Pembentukan batu ginjal
- Septikemia
- Kerusakan ginjal.
H. Penatalaksanaan
- Medis
1. Terapi antibiotika diberikan hasik kultur dan sensitivitas urin.
2. Pemberian cairan
3. Analgetik
4. Sistoskopi
5. Pasien dengan pielonefritis akut harus dirawat di rumah sakit dan diberikan terapi antibiotic parenteral serta pemeriksanaan lanjut. Bila gejala tidak berkurang, dilakukan USG ginjal untuk mengetahuiapakah terdapat obstruksi.
6. Intervensi pembedahan jika terjaddi obstruksi
7. Pada kasus yang sulit dapat diberikan obat profilaksis dosis rendah sebelum tidur setiap malam, misalnya nitrofurantion, trimetprim, dan sulfametoksazol, biasanya selama 3-6 bulan.
8. Pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan biasanyaa berupa pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur secara berulang.

FOKUS KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
a. Riwayat ISK sebelumnya
b. Obstruksi pada saluran kemih
2. Adanya faktor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial :
a. Pemasangan kateter
b. Imobilisasi dalam waktu yang lama
c. Inkontinensia
3. Kaji manifestasi klinis dari infeksi saluran kemih
a. Dorongan
b. Frekuensi
c. Disuria
d. Bau urin yang menyengat
e. Nyeri biasanya pada suprapubik, pada ISK bawah dan sakit pada panggul, pada ISK atas ( perkusi daerah kostovertebra untuk mengkaji nyeri tekan panggul )
f. Demam, khususnya pada ISK atas
4. Kaji perasaan-perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan. Terutama pada wanita sering berfokus pada rasa takut akan kekambuhan, dimana menyebabkan penolakan terhadap aktivitas seksual. Nyeri dan kelelahan yang berkenaan dengan infeksi dapat berpengaruh pada penampilan keerja dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS ).
5. Pasien dianjurkan untuk banyak minum agar dieresis meningkat.
6. Tirah baring dengan aktivitas kembali toleransi.
7. Wanita dan gadis diaanjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin merayap naik ke uretra. Wanita dan gadis harus diberitahu untuk membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang uretra oleh bakteri feses. Demikian juga, wanita dianjurkan untuk berkemih sehabis berhubungan kelamin untuk membilas mikroorganisme yang masuk.
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan gaangguan sistem perkemihan ( ISK ) sesuai dengan pathway keperawatan yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan infeksi saluran perkemihan ( Carpenito, 2000 )
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan bahwa nyeri berkurang
b. Memperlihatkan ekspresi wajah serta tubuh rileks
c. Mengungkapkan adanya kemajuan aktivitas sehari-hari
Fokus Intervensi :
a. Mandiri :
- Pantau haluaran urin terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih.
- Pantau masukan dan haluaran urin setiap 8 jam
- Pantau hasil urinalisis ulang.
- Jika frekuensi menjadi masalah, janin akses ke kamar mandi, pispot tempat tidur atau bed pain.
- Anjurkan pasien untukberkemih kapan saja ada keinginan
b. Kolaboratif :
- Konsul dokter bila; sebelumnya kuning gading , urin kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh, pola berkemih berubah, sebagai contoh sering berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih, nyeri menetap atau beertambah sakit.
- Berikan analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya
- Berikan antibiotic, buat berbagaai variasi sediaan minum termasuk air segar disamping tempat tidur. Pemberian air sampai 2400 ml/hari.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan anorekssia, mual / muntah
Tujuan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :Berat badan meningkat, nafsu makan meningkat, tidak mual/muntah
Fokus intervensi :
a. Mandiri :
- Kaji / catat pemasukan diet
- Berikan makanan sedikit dan sering
- Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada pilihan menu
- Timbang berat badan setiap hari
b. Kolaboratif
- Awasi pemeriksaan laboratorium , contoh BUN, albumin serum, ransferin, natrium dan kalium.
- Konsul dengan ahli gizi / ilmu pendukung nutrisi
- Batasi kalium, natriumdan pemasukan fosfat sesuai indikasi.
- Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi,kalsium, vitamin D, vitamin Bkompleks, antiemetic contoh proklorperazin ( compazin ), trimetobenzamid ( tigan ).
3. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih / iritasi kandung kemih sekunder akibat infeksi, glikosuria atau uretritis. ( Carpenito,2000 )
Tujuan : Perubahan pola eliminasi urin dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Individu akan menjadi kontinen (terutama selama siang hari, malam, 24 jam ).
b. Individu akan mengetahui cairan yang masuk dan keluar seimbang.
c. Pola eliminasi dalam batas normal dan dapat terkontrol
Fokus intervensi :
a. Mandiri
- Kaji adanya kateter uretral dan observasi aliran urin
- Catat keluaran urin, selidiki penurunan / penghentian aliran urin tiba-tiba.
- Observasi dan catat warna urin, perhatikan hematuria
- Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat.
- Awasi tanda vital, kaji nada perifer, turgor kulit, pengisian kapiler, dan mukosa mulut.
- Hindari minum teh, kopi dan alcohol
b. Kolaboratif
- Berikan cairan IV sesuai indikasi
- Awasi elektrolit, GDA, kalsium
- Siapkan untuk tes diagnostic, prosedur sesuai indikasi
4. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urin atau pemasangan kateter urin dan invasi mikroorganisme .
Tujuan : Risiko infeksi dapat teratasi / tidak terjaddi
Kriteria hasil :
- Tidak mengalami tanda tanda infeksi
- Pasien akan mencapaai waktu penyembuhan
Fokus intervensi:
a. Mandiri :
- Kaji suhu tubuh setiap 4 jam dan laporkaan jika kenaikan suhu lebih tinggi dari 38,50 C
- Untuk meningkatkan masukan cairan lebih dari 2500 ml/hari agar mendorong bakteri keluar, kecuali ada kontraindikasi
- Pantau contoh urin ulang untuk kultur dan sensitivitas untuk penentuan respon terhadap terapi.
- Intruksikan pasien untuk berkemih jika ada dorongan untuk berkemih sebelum dan setelah koitus, dan tiap 3-4 jam, kecuali selama waktu tidur.
- Ajarkan pasien untuk mandi dengan sabun antibakteri.
- Ajarkan pasien wanita untuk menghindari mandi rendam.
- Berikan hygiene perineal yang baik, jaga daerah perineal tetap kering dan bersih.
- Ajarkan pasien wanita untuk membersihkan atau merawat perineal setelah berkemih dengan gerakan dari depan kebelakang.
b. Kolaboratif :
- Berikan antibiotic sesuai indikasi
- Perhatikan karakteristik urin dan laporkan jika keruh dan baunya menyimpang.
- Tampung urin tengah dan atau urin yang bersih untuk periksa kultur dan sensitivitas jika urin yang keluar mencurigakan.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan haluaran urin yang berlebihan.
Tujuan : Kekurangan volume cairan dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Meningkatkan masukan cairaan minimal 2000 ml ( kecuali bila kontraindikasi )
b. Mempertahankan berat jenis urin dalam batas normal.
c. Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi.
Fokus intervensi :
a. Mandiri :
- Kaji minuman yang disukai / tidak disukai, berikan minuman yang disukai dalaam batasan diet.
- Masukan cairan untuk setiap pergantian ( missal, 1000 ml selama siang hari, 800 ml untuk sore hari, 300 ml pada malam hari ).
- Pantau masukan, pastikan sedikitnya 1500 ml cairan oral setiap 24 jam.
- Pantau haluaran, pastikan sedikitnya 1000-1500 ml / 24 jam. Pantau terhadap penurunan berat jenis urin.
- Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen, urin, dan serum, osmolalitas, kreatinin, hematokrit dan hemoglobin.
- Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah atau demam.
- Ajarkan bahwa kopi, the, dan jus buah anggur menyebabkan dieresis dan dapat menembah kehilangan cairan.
b. Kolaboratif ;
- Awasi pemeriksaan laboratorium seperti : kadar elektrolit darah, nitrogen, urin dan serum, osmolalitas, kreatinin, hematokrit dan hemoglobin.
- Berikan obat sesuai indikasi : antiemetic, contoh proklorperazin ( compazin ).
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme dan kelelahan sekunder akibat infeksi pada saluran kemih
Tujuan : Akitifitas meningkat / kembali toleransi
Kriteria hasil :
a. Mampu mengidentifikasi faktor – faktor yang menurunkan toleransi aktivitas.
b. Klien melaporkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktivitas.
Fokus intervensi :
a. Mandiri :
- Kaji respon individu terhadaap aktivitas; ukur nadi, tekanan darah, dan pernapasan saat istirahat.
- Tingkatkan aktivitas secara bertahap; untuk klien yang sedang atau pernah tirah baring lama, mulai lakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
- Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas.
- Berikan aktivitas pengganti yang menyenangkan dan tenang seperti membaca, mendengarkan radio dan menonton televise.
b. Kolaboratif :
- Berikan obat sesuai indikasi.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder akibat disuria, retensi atau inkontinensia urin ( Carpenito, 2000 ).
Tujuan : Kebutuhan istirahat / tidur dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Melaporkan dapat beristirahat / tidur
b. Melaporkan pengurangan berkemih pada malam hari
Fokus intervensi :
a. Mandiri :
- Dorong klien untuk tidur siang.
- Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman.
- Kurangi kebisingan.
- Batasi masukan minuman yang mengandung kafein setelah sore hari.
- Jelaskan pada individu atau keluarga penyebab gangguan tidur / istirahat dan kemungkinan cara menghindarinya; hindari alcohol, pertahankan waktu tidur teratur, jangan latihan dalam 3 jam waktu tidur.
b. Kolaboratif :
- Berikan diuretik sesuai indikasi
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi atau tidak mengenal sumber informasi ( Carpenito, 2000 ).
Tujuan : Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi atau tidak mengenal sumber informasi ( Carpenito, 2000 ).
Kriteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman mengenai penyakitnya.
b. Menunjukan kebenaran konsep tentang status kesehatan.
Fokus intervensi :
a. Mandiri :
- Kaji kemampuan klien untuk belajar
- Tekankan pentingnya mempertahankan asupan nutrisi dan pemasukan cairan adekuat ( sedikitnya 2-3/ hari ).
- Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat, contoh kencing darah ( hematuri ).
- Masukan sumber – sumber tertulis / gambar
- Diskusikan harapan masa depan.
b. Kolaboratif :
- Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan.
- Identifikasi tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh perubahan karakter, jumlah dan aliran urin.











BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kami menyimpulkan bahwa Sistem saluran kencing atau sistem urin terdiri dari ginjal, ureter, kandung kencing dan urethra. Diantara keempat organ tersebut, ginjalah yang paling memegang peranan. Ginjal berfungsi menyaring sampah dari saluran darah, mengatur keseimbangan cairan, dan memproduksi beberapa hormon. Ureter berfungsi mengalirkan cairan hasil penyaringan ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara dan bila kandung kemih sudah penuh maka akan dikeluarkan ke dunia luar melalui saluran urethra.

B. Saran
Dari kesimpulan diatas kami menyarankan kepada khususnya tenaga kesehatan atau perawat untuk lebih mempelajari tentang Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan Infeksi Saluran Kemih untuk menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kesehatan.












DAFTAR PUSTAKA

Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

Askep Hidrosefalus

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis ( CSS ) dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Harus dibedakan dengan pengumpulan cairan local tanpa tekanan intracranial yang meninggi seperti pada kista porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan sesudah terjadinya atrofi otak.
2. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen Monroi, foramen Luschka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Secara teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, tetapi dalam klinik sangat jarang dijumpai ; misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Berkurangnya absorpsi CSS yang pernah dikemukakan dalam kepustakaan pada obstruksi kronis pada aliran vena otak pada thrombosis sinus longitudinalis. Contoh lain ialah terjadinya hidrosefalus setelah koreksi bedah dari spina bifida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk absorpsi. Penyebab penyumbatan untuk aliran CSS yang sering terdapat pada bayi ialah kelahiran bawaan ( congenital ), infeksi, neoplasma, dan perdarahan.



3. Manifestasi Klinis
Gejala yang tampak berupa gejala akibat tekanan intracranial yang meninggi. Pada bayi biasanya disertai pembesaran tengkorak, bila tekanan yang meninggi ini terjadi sebelum sutura tengkorak menutup. Gejala tekanan intracranial yang meninggi dapat berupa muntah, nyeri kepala, dan pada anaak yang aagak besar mungkin terdapat udema pupil saraf otak II pada pemeriksaan fundus kopi. Kepala terlihat lebih besar bila dibandingkan dengan tubuh. Ini dipastikan dengan mengukur lingkar kepala suboksipito-bregmatikus dibandingkan dengan lingkar dada dan angka normal pada usia yang sama. Lebih penting lagi ialah pengukuran berkala lingkar kepala, yaitu untuk melihat pembesran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal.
Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol. Dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala. Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan pula craked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang supraorbita. Sklera tampak di atas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang akan terbenam. Pergerakan bola mata yang tidak teratur dan nistagmus tidak jarang terdapat. Kerusakan saraf yang member gejala kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran, motoris atau kejang, kadaang-kadang gangguan pusat vital, bergantung kemampuan kapala untuk membesar dalam mengatasi tekanan intracranial yang meninggi. Bila proses berlangsung lambat, mungkin tidak terdapat gejala neurologis walaupun telah terdapat pelebaran ventrikel yang hebat; sebaliknya ventrikel yang belum begitu meleebar akan tetapi berlangsung dengan cepat sudah dapat memperlihatkan kelainan neurologis yang nyata.

4. Pathofisiologi
Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri atas sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh plekssus koroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan araknoid yang meliputi susunan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subaraaknoid melalui voramen Magendiedi median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV. Aliraan CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke ventrikel III,dari tempat ini melaalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luscka dan Magendie ke dalam subaraknoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler.

5. Komplikasi
• Peningakatan tekanan intrakanial ( TIK )
• Kerusakan otak sehingga IQ menurun
• Infeksi : septikimia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak.
• Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
• Kematian

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemindahan CT, cara yang paling baik untuk mendiagnosis hidrocephalus
b. Pungsi langsung ke dalam ventrikel melalui fontanel anterior, untuk memantau tekanan CSS
c. Magnetic resonance imaging ( MRI ), dapat untuk lesi kompleks
d. Lingkar kepala pada masa bayi

7. Pathway
Infeksi pada masa Gangguan perkembangan Neoplasma cedera infeksi
dalam kandungan organ janin kepala
obstruksi saluran perlengketan
CSS perdarahan meningen


Obliterasi ruang
Sel arakhnoid
Pembentukan CSS lebih banyak &
Kecepatan absorpsi normal

Pelebaran ruang tempat mengalirnya CSS

HIDROSEFALUS

TIK kurang pajanan
informasi
Pada bayi dg mual, muntah kerusakan saraf
Sutura blm menutup

Pembesaran tulang intake inadekuat gang. Kesadaran
tengkorak

kondisi kepala BB ( ganggn gang.transportasi
yg membesar perkembangan ) ion natrium, kalium

kulit kepala gang. motoris
meregang & tipis kejang

psn. Tidak bisa
menggrkan kpala


8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Pada sebagian pasien pembesaran kepala berhenti sendiri ( arrested hyrdosefalus ), mungkin oleh rekanalisasi ruang subaraknoid atau kompensasi pembentukan CSS yang berkurang ( Laurence, 1965). Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100 %, kecuali bila penyebabnya ialah tumor yang masih dapat diangkat.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan Prabedah :
1. Pantau, cegah, dan halangi bila ada peningkatan TIK
a. Letakkan anak dalam posisi nyaman dengan cara menaikkan kepala tempat tidur setinggi 30 derajat ( untuk mengurangi kongesti dan meningkatkan drainase ).
b. Pantau adanya tanda – tanda peningktan TIK.
 Peningkatan frekwensi pernapasan, penurunan denyut apeks, peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu badan.
 Penurunan tingkat kesadaran.
 Aktivitas kejang.
 Muntah.
 Perubahan ukuran, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil.
 Fontanel “penuh”, cenderung menonjol.
c. Turunkan stimulus luar.
d. Siapkan oksigen dan alat penghisap di sisi tempat tidur.
2. Siapkan anak dan orang tua untuk menghadapi prosedur pembedahan.
a. Berikan penjelasan yang sesuai dengan usia.
b. Berikan dan kuatkan keterangan yang diberikan pada orang tua tentang kondisi dan pengobatan anak.



Perawatan Pascabedah :
1. Pantau tanda – tanda vital dan status neurologik anak ; Laporkan adanya peningkatan TIK ( ukuran, penuhnya, ketegangan fontanel anterior ), penurunan tingkat kesadaran, anoreksia, muntah, konvulasi, kejang, atau kelembaman.
2. Pantau dan laporkan adanya gejala – gejala infeksi ( demam, nyeri tekan, inflamasi, mual, dan muntah ).
3. Pantau dan pertahankan fungsi pirau.
a. Laporkan gejala malformasi pirau ( iritabilitas, penurunan tingkat kesadarn, muntah ).
b. Periksa pirau untuk kepenuhan.
c. Naikkan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 dertajat ( untuk meningkatkan drainase dan menurunkan kongeti vena ).
d. Posisikan anak miring kekiri ( sisi non - bedah ).
e. Pertahankan tirah baring selama 24 sampai 72 jam.
f. Pantau adanya aktivitas serangan.
4. Bantu anak dan orang tua dalam mengatasi stress emosional karena hospitalisais dan pembedahan.
a. Berikan informasi yang sesuai dengan usia sebelum prosedur dilakukan.
b. Dorong partisipasi dalam kegiatan rekreasi dan hiburan.
c. Masukan rutinitas anak dirumah ke dalam aktivitas sehari – hari.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnese
1) Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
2) Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi :
Anak dapat melioha keatas atau tidak.
Pembesaran kepala.
Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
2) Palpasi
Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3) Pemeriksaan Mata
Akomodasi.
Gerakan bola mata.
Luas lapang pandang
Konvergensi.
Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
c. Observasi Tanda –tanda vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
Peningkatan sistole tekanan darah.
Penurunan nadi / Bradicardia.
Peningkatan frekwensi pernapasan.
d. Diagnosa Klinis :
Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )
Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)
Opthalmoscopy : Edema Pupil.
CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer.
Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif
1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial .
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar
Tujuan ; Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang
Intervensi :
Jelaskan Penyebab nyeri.
1. Atur posisi Klien
2. Ajarkan tekhnik relaksasi
3. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik
Persiapan operasi
2) Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.
Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya.
Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.
Intervensi :
Dorong orang tua untuk berpartisipasi sebanyak mungkin dalam merawat anaknya.
Jelaskan pada orang tua tentang masalah anak terutama ketakutannya menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadap kerusakan otak.
Berikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan berikan jawaban dengan benar dan sejujurnya serta hindari kesalahpahaman.
3) Potensial Kekurangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah.
Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.
Intervensi :
Kaji tanda – tanda kekurangan cairan
Monitor Intake dan out put
Berikan therapi cairan secara intavena.
Atur jadwal pemberian cairan dan tetesan infus.
Monitor tanda – tanda vital.

Post – Operatif.
4) Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan shunt.
Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.
Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang
Intervensi :
Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.
Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan – lahan dengan interval yang telah ditentukan.
Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt.
Berikan posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt.
Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat)
Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya
5) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil.
Intervensi :
Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.
Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan.
Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau – bauan yang tidak enak.
Monitor therapi secara intravena.
Timbang berta badan bila mungkin.
Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)
Berikan makanan ringan diantara waktu makan
6) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi.
Intervensi :
Monitor terhadap tanda – tanda infeksi.
Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan
Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh.
Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt.
7) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur sehubungan dengan imobilisasi.
Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.
Intervensi :
Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.
Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur.
Jagalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.
Berikan latihan secara pasif dan perlahan – lahan




DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit.Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
FKUI. 2003.Buku Kuliah Kesehatan Anak, FKUI : Jakarta
Matondang, Corry S.dkk. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak. PT Agung Seto: Jakarta

Askep Amenorrhea

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN AMENORRHEA
Dosen Pengampu : Oktora Fifiana,S.Kep.,Ns.







Disusun Oleh :

1. Anjar Bachtiar
2. Dewi Mustika Sari
3. Edwi Tri Nurdianto
4. Nina Sutiani
5. Tohibun
6. Retno Pujiani
7. Rifaiz Kurniawan

AKADEMI PERAWATAN SERULINGMAS
MAOS – CILACAP
2010
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, atas segala petunjuk dan pertolongan-Nya, solawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada sanjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya berkat taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah “Asuan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Amenorrhea” guna memenuhi tugas Maternitas dari dosen.
Materi yang terkandung di dalam makalah ini untuk memberikan sedikit gambaran dan sebagai bahan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Amenorrhea.
Tak lupa kami penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Ibu Oktora Fifiana,S.Kep.,Ns., selaku dosen mata kuliah Maternitas.
2. Semua pihak yang telah membantu kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, walaupun telah penulis usahakan dengan semaksimal mungkin. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.


Cilacap, 11 Juni 2010
Penyusun,



Mahasiswa Akper Serulingmas
BAB I
KONSEP TEORI

A. DEFINISI
Amennorhea adalah tidak ada atau terhentinya haid secara abnormal. (kamus istilah kedokteran )
Amenorrhea dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Amenorrhea fisiologik
Terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan, laktasi dan sesudah menopause.
2. Amenorrhea Patoogik
a) Amenorrhea Primer
Wanita umur 18 tahun keatas pernah haid.
Penyebab : kelainan congenital dan kelainan genetic.
b) Amenorrhea Sekunder
Penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi.
Penyebab : hipotensi, anemia, gangguan gizi, metabolism, tumor, penyakit infeksi, kelemahan kondisi tubuh secara umum dan stress psikologis.

B. ETIOLOGI
Penyebab Amenorrhea secara umum adalah:
1. Hymen Imperforata
Selaput dara tidak berlubang sehingga darah menstruasi terhambat untuk keluar.
2. Menstruasi Anavulatori
Rangsangan hormone – hormone yang tidak mencukupi untuk membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid atau hanya sedikit.
3. Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan berat badan .
• Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan
• Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor
• Endometrium tidak bereaksi
• Penyakit lain : penyakitmetabolik, penyakit kronik, kelainan gizi, kelainan hepar dan ginjal.

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :
1) Tidak terjadi haid
2) Produksi hormone estrogen dan progesterone menurun.
3) Nyeri kepala
4) Lemah badan

D. PATOFISIOLOGI
Disfungsi hipofise terjadi gangguan pada hipofise anterior gangguan dapat berupa tumor yang bersifat mendesak ataupun menghasilkan hormone yang membuat menjadi terganggu. Kelainan kompartemen IV (lingkungan) gangguan pada pasien ini disebabkan oleh gangguan mental yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya pelepasan neurotransmitter seperti serotonin yang dapat menghambat pelepasan gonadrotropin. Kelainan ovarium dapat menyebabkan amenorrhea primer maupun sekuder. Amenorrhea primer mengalami kelainan perkembangan ovarium ( gonadal disgenesis ). Kegagalan ovarium premature dapat disebabkan kelainan genetic dengan peningkatan kematian folikel, dapat juga merupakan proses autoimun dimana folikel dihancurkan. Melakukan kegiatan yang berlebih dapat menimbulkan amenorrhea dimana dibutuhkan kalori yang banyaksehingga cadangan kolesterol tubuh habis dan bahan untuk pembentukan hormone steroid seksual ( estrogen dan progesterone ) tidak tercukupi. Pada keadaaan tersebut juga terjadi pemecahan estrogen berlebih untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar dan terjadilah defisiensi estrogen dan progesterone yang memicu terjadinya amenorrhea. Pada keadaan latihan berlebih banyak dihasilkan endorphin yang merupakan derifat morfin. Endorphin menyebabkan penurunan GnRH sehingga estrogen dan progesterone menurun. Pada keadaan tress berlebih cortikotropin realizinghormone dilepaskan. Pada peningkatan CRH terjadi opoid yang dapat menekan pembentukan GnRH.

























E. PATHWAY





















F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah infertilitas. Komplikasi lainnya adalah tidak percaya dirinya penderita sehingga dapat mengganggu kompartemen IV dan terjadilah lingkaran setan terjadinya amenorrhea. Komplikasi lainnya muncul gejala-gejala lain akibat hormone seperti osteoporosis.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada amenorrhea primer : apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perekatan dalam rahim). Melalui pemeriksaan USG, histerosal Pingografi, histeroskopi dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormone FSH dan LH setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorrhea sekunder maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormon (TSH) karena kadar hormone thyroid dapat mempengaruhi kadar hprmone prolaktin dalam tubuh.

H. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pada pasien ini tergantung dari penyebab. Bila penyebab adalah kemungkinan genetic, prognosa kesembuhan buruk. Menurut beberapa penelitian dapat dilakukan terapi sulih hormone, namun fertilitas belum tentu dapat dipertahankan.
Terapi
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorrhea yang dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas maka diit dan olahraga adalah terapinya, belajar untuk mengatasi stress dan menurukan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu.
Pembedahan atau insisi dilakukan pada wanita yang mengalami Amenorrhea Primer.



















BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. ANAMNESIS
Anamnesis yang akurat berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan sejakkanak-kanak, termasuk tinggi badan dan usia saat pertama kali mengalami pertumbuhan payudara dan pertumbuhan rambut emaluan. Dapatkan pula informasi anggota keluarga yang lain (ibu dan saudara wanita) mengenai usia mereka pada saat menstruasi pertama, informasi tentang banyaknya perdarahan, lama menstruasi dan periode menstruasi terakhir, juga perlu untuk ditanyakan. Riwayat penyakit kronis yang pernah diderita, trauma, operasi, dan pengobatan juga penting untuk ditanyakan. Kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, penggunaan narkoba, olahraga, diit, situasi dirumah dan sekolah dan kelainan psikisnya juga penting untuk dianyakan.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik yang pertama kali diperiksa adalah tanda-tanda vital dan juga termasuk tingg badan, berat badan dan perkebangan seksual. Pemeriksaan yang lain adalah :
1) Keadaan payudara
2) Keadaan rambut kemaluan dan genetalia eksternal
3) Keadaan vagina
4) Uterus : bila uterus membesar kehamilan bisa diperhitungkan
5) Servik : periksa lubang vagina

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Cemas berhubungan dengan krisis situasi
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat tentangpenyakitnya (amenorrhea)
3) Gangguan konsep diri : HDR yang dihubungkan dngan ketidaknormalan (amenorrhea primer)
4) Isolasi social yang dihubungkan dengan harga diri rendah
5) Perubahan proses keluarga brhubungan dengan komuniksi yang tidak efektif dalam kluarga
6) Koping keluarga tidak efektif berhubungnan dengan komunikasi yang tidak ektif dalam keluarga.
7) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan penyakitnya, perubahan proses keluarga.
8) Berduka antisipasi dapat dihubungkan dengan infertilitas.

D. INTERVENSI
1) Cemas berhubungan dengan krisis situasi
Kriteria hasil :
- Cemas berkurang
- Tidak menunjukan perilaku agresif
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan : ringan, sedang, berat, panic.
b) Berikan kenyamanan dan ketentraman hati
c) Beri dorongan pada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan kecemasan
d) Anjurkan distraksi seperti nonton tv, dengarkan radio, permainan untuk mengurangi kecemasan.
e) Singkirkan stimulasi yang berlebihan
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat tentang penyakitnya ( amenorrhea )
Kriteria hasil : pasien mengetahui tentang penyakitnya
Intervensi :
a) Mengkaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya
b) Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman pasien
c) Memberikan informasi dari sumber-sumber yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
3) Gangguan konsep diri : HDR yang dihubungkan dengan ketidak normalan ( amenorrhea primer )
Kriteria hasil : Mengungkapkan penerimaan diri secara verbal
Intervensi :
a) Tetapkan hubungan saling percaya perawat dan pasien
b) Cipakan batasan terhadap pengungkapan negative
c) Bantu untuk mengidentifikasi respon positif terhadap orang lain
d) Bantu penyusunan tujuan yang realitas untuk mencapai harga diri rendah yang tinggi
e) Berikan penghargaan dan pujian terhadap pengembangan pasien dalam pencapaian tujuan
4) Isolasi social yang dihubungkan dengan harga diri rendah
Kriteria hasil :
- Melaporkan adanya interaksi dengan teman dekat, tetangga, atau masyarakat
- Memulai berhubungan dengan orang lain
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya
b) Bantu pasien untuk membedakan antara persepsi dengan kenyataan
c) Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada perasaan isolasi social
d) Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai ketertarikan dengan tujuan yang sama
e) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan seperti pergi jalan-jalan.
5) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan komunikasi yang tidak efektif dalam keluarga
Kriteria hasil :
- Memahami peran dalam peran keluarga
- Berfungsi untuk saling memberikan dukungan kepada setiap anggota keluarga
Intervensi :
a) Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat pengobatan yang dianjurkan
b) Bantu keluarga dalam mengidentifikasi kekuatan personal
c) Dukung keluarga untuk menyatakan perasaan dan masalahnya secara verba
d) Pertahankan ritual / rutinitas keluarga missal makan bersama, membuat keputusan keluarga
e) Berikan penguatan positif terhadap penggunaan mekanisme koping yang efektif
6) Koping keluarga tidak efektif berhubunga dengan komunikasi yang tidak efektif dalam keluarga
Kriteria hasil :
Anggota keluarga akan :
- Menyadari kebutuhan unit keluarga
- Mulai menunjukan keterampilan interpersonal yang efektif
- Menggunakan strategi penelesaian masalah yang lebih fleksibel
Intervensi :
a) Tingkatkan hubungan saling percaya, keterbukaan dalam keluarga
b) Anjurkan pasien / keluarga untuk berfokus pada aspek positif dari siuasi pasien
c) Bantu keluarga dalam megambil keputusan dan memecahkan masalah
d) Beri dorongan dalam keluarga untuk menyadari perubahan pada hubungan interpersonal
e) Gali dampak nilai yang berkonflik / gaya koping dalam hubungan keluarga
7) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan penyakitnya, ‘perubahan proses keluarga
Kriteria hasil :
- Mengungkapkan perasaan – perasaan yang berhubungan dengan emosional
- Mengidentifikasi pola koping personal
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya
b) Kaji status koping individu yang ada
c) Membantu pasien dalam mengidentifikasi kekuatan personal
d) Jika individu marah : gali mengapa individu marah, akui bahwa setiap orang dapat marah
e) Bantu individu untuk memecahkan masalah dengan cara yang efektif
f) Instruksikan individu untuk melakukan tekhnik relaksasi
8) Berduka antisipasi dapat dihubungkan dengan infertilitas
Kriteria hasil :
- Mengekspresikan rasa berduka
- Membagi rasa berduka dengan orang – orang terdekat
Intervensi :
a) Tetapkan hubungan saling percaya pasien / perawat
b) Dorong individu untuk berbagi rasa keprihatinan, ketakutan
c) Siapkan individu dan keluarga untuk menghadapi reaksi berduka
d) Tingkatkan keakraban diantara keluarga
e) Tingktkan proses berduka dengan masing – masing respon


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.2000.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta : EGC
Difa Danis. Kamus Kedokteran. Gitamedia Press.
Knight, Jhon. F. 1997. Wanita Ciptaan Ajaib Beberapa Gangguan Sistem Tubuh dan Perawatannya. Bandung : Indonesia Pubershing House.
Wilkinson M.2006. Buku Saku Diagnosis

Askep Meningitis

MENINGITIS
A. Defenisi
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.
B. Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.
Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
C. Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang. Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.
D. Pengkajian Pasien dengan meningitis
Riwayat penyakit dan pengobatan .Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini orangtua harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul pada anak seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui adalah status kesehatan masa lalu anak untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.
E. Manifestasi Klinik
Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
Sakit kepala, anak menjadi rewel
Sakit-sakit pada otot-otot
Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI)
Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis.
Nausea
Vomiting
Demam
Takikardia
Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia
Anak merasa takut dan cemas.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal.
Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Pemeriksaan Radiografi
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
Pengobatan
Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai.
Untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis :
Antibiotik
Organisme
Penicilin G
Gentamicyn
Chlorampenikol
Pneumoccocci
Meningoccocci
Streptoccocci
Klebsiella
Pseudomonas
Proleus
Haemofilus Influenza
Terapi TBC
Streptomicyn
INH
PAS
Micobacterium Tuber culosis
ASKEP
PR
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991
Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982
Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984

Add comment Januari 18th, 2009
Asuhan Keperawatan Klien dengan Kanker Ovarium
A. Definisi
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 - 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)
B. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
C. Faktor Risiko
Diet tinggi lemak
merokok
alkohol
penggunaan bedak talk perineal
riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
nulipara
infertilitas
menstruasi dini
tidak pernah melahirkan
D. Tanda & Gejala
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
haid tidak teratur
ketegangan menstrual yang terus meningkat
menoragia
nyeri tekan pada payudara
menopause dini
rasa tidak nyaman pada abdomen
dispepsia
tekanan pada pelvis
sering berkemih
flatulenes
rasa begah setelah makan makanan kecil
lingkar abdomen yang terus meningkat
E. Stadium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation InternationalofGinecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
STADIUM I –> pertumbuhan terbatas pada ovarium
1. Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
2. Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
3. Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM II –> Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1. Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2. Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
3. Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM III –> tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
1. Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.
2. Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ.
3. Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.
STADIUM IV –> pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.
F. Penegakan Diagnosa Medis
Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium).
Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :
Kista cepat membesar
Kista pada usia remaja atau pascamenopause
Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
Kista dengan bagian padat
Tumor pada ovarium
Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti :
USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah
Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI
Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta - HCG dan alfafetoprotein
Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi.
G. PENATALAKSANAAN
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat diferensiasi sel yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 - 4 minggu sekali dengan melakukan pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi secara berkala terhadap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saluran cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :
Operasi (stadium awal)
Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal)
Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut)
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data diri klien
Data biologis/fisiologis –> keluhan utama, riwayat keluhan utama
Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat reproduksi –> siklus haid, durasi haid
Riwayat obstetric –> kehamilan, persalinan, nifas, hamil
Pemeriksaan fisik
Data psikologis/sosiologis–> reaksi emosional setelah penyakit diketahui
2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran
Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon
3. Tujuan dan Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Tujuan : Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
Intervensi :
Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi
Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, marah pasien
Kolaborasi dengan tim medis dalam memberi obat analgesic
Jelaskan kegunaan analgesic dan cara-cara untuk mengurangi efek samping
Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan: imajinasi, relaksasi, stimulasi kutan
Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran
Tujuan : KLien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
Intervensi :
Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri
Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan keputusan
Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran tentang perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual yang lazim
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon
Tujuan : -KLien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
- Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
Intervensi:
Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan
Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu
Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh prosedur pembedahan
Identifikasi faktor budaya/nilai budaya
Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya
Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual saat kelelahan
BIBLIOGRAFI
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Donges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Askep Ibu Dengan Gang.Sistem Reroduksi

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA IBU DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI

A. POLIP SERVIK
Umumnya bertangkai, berasal dari mucosa intracervikal tapi kadang-kadang dapat pula tumbuh dari daerah portio.
Makroskopis
Dapat tunggal atau multipel dengan ukuran beberapa sentimeter, warna kemerah-merahan dan rapuh. Kadang-kadang tangkainya jadi panjang sampai menonjol dari introitus. Kalau asalnya dari portio konsistensinya lebih keras dan pucat dengan tangkai yang tebal.
B. Tanda dan Gejala
Sering tidak memberikan gejala apa-apa dan baru diketahui pada pemeriksaan rutin lainnya. Kalu besar dapat menyebabkan fluor dan perdarahan intermenstrual atau perdarahan kontak setelah koitus. Mengejan terlalu kuat seperti waktu defekasi dapat pula menyebabkan perdarahan. Seringkali gejala-gejalanya mirip dengan carsinoma pada stadium awal.
Terapi :
- Ekstirpasi (+ curetase)
- Cauterisasi

2. MIOMA UTERI
A. Pengertian
Mioma Uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri juga dikenal dengan istilah fibromioma karsinoma atau pun fibroid.
Miometrium merupakan berkas-berkas otot polos yang tersusun saling beranyaman, yang diantaranya terdapat pembuluh darah. Keadaan patologik yang sering ditemukan pada miometrium ialah tumor jinak jenis mioma uteri dan terdapatnya di endometrium diantara serabut miometrium (adenomiosis). Sedang yang ganas (leiomiosarkoma), jarang ditemukan.

B. Patologi Anatomi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hany 1-3% sisanya adalah dari korpus uteri. Besar tumor dapat bermacam-macam, dapat kecil (< 1 cm) atau besar sekali sampai beberapa kilogram. Bila kecil seringkali ditemukan secara kebetulan pada hasil histerektomi. Mioma uteri dapat ditemukan didaerah korpus uteri ataupun di serviks uteri. Mioma uteri yang servikal, bila terletak disebelah anterior akan menyebabkan desakan pada vesika urinaria. Vesika urinaria berubah letaknya terhadap uretra, sehingga mengakibatkan retensi urine. Bila didiamkan, maka dapat berakibat terjadinya sistitis (infeksi vesika urinaria) sampai hidronefrosis.
Menurut letaknya, mioma dibagi menjadi 3 macam yaitu :
1. Mioma uteri Subserosum
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri. Dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum, dan disebut sebagai mioma intraligamen. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal, sebagai suatu massa. Perlekatan dengan omentum disekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai mioma jenis parasitik. Apabila terjadi putaran pada tangkai yang diikuti dengan bangunan di sekitarnya, maka akan timbul rasa sakit yang sangat dan mendadak (abdomen akut) sehingga penderita dapat syok. Putaran yang terjadi tidak lengkap, bisa menyebabkan obstruksi pembuluh darah sehingga terjadi asites.
2. Mioma Uteri Intramural
Disebut juga mioma intrepitelial. Biasanya multipel. Apabila masih kecil, tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol. Uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadangkala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa, dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa.
3. Mioma Uteri Submukosa
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi seringkali memberi keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan, sehingga terapinya dilakukan histerektomi. Keadaan ini berbeda dengan jenis lainnya. Mioma tumbuh menonjol kedalam kavum uteri, yang kemudian mengisi seluruh kavum uteri. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan besar kavum uteri. Bila tumor tumbuh dan bertangkai, maka tumor dapat keluar dan masuk kedalam vagina. Tangkai bisa menjadi sangat tipis dan akhirnya putus, sehingga tumor dilahirkan secara spontan. Macam mioma yang mengisi vagina tersebut mudah mengalami infeksi dan ulserasi.
C. Gejala Klinik
Gejala klinik tergantung besar dan letaknya tumor. Bila masih kecil letaknya intramural atau subserosa, tidak memberi keluhan apa-apa. Bila besar maka keluhan seringkali berupa rasa berat pada daerah perut diatas pubis. Bila tumor mengadakan penekanan pada rektum maka akan terjadi obstipasi. Penekanan pada vesika urinaria menyebabkan kencing yang kurang puas, karena urin masih tersisa. Adanya torsi akan menyebabkan rasa sakit yang sangat sehingga penderita dapat sampai syok. Perdarahan melalui vagina dikeluhkan para penderita dengan mioma uteri submukosa, yang kadang-kadang disertai anemia.Tanda dan gejala yang dikeluhkan juga sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (servik, intramural, submukosum, subserosum), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.Gejala tersebut dapat digolongkan :
Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menorragia dan dapat juga terjadi metrorrhagia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan antara lain :
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah “hiperplasia endometrium” sampai adenokarsinoma endometrium
- Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa
- Atrofi endometrium diatas mioma submukosum
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan pula pertumbuhannya yang penyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenore.
Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma yang menekan pada kandung kemih mengakibatkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tekanan pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
Histogenesis dan Penyebab
Belum ada persesuaian pendapat mengenai hal ini. Berdasarkan beberapa penelitian, diasumsikan bahwa tumor berasal dari pertumbuhan sel-sel miometrium yang imatur. Dikatakan pula bahwa estrogen memegang peran penting untuk terjadinya mioma uteri.
Hal ini dikaitkan dengan :
- Mioma banyak ditemukan pada masa reproduksi
- Mioma mengecil pada waktu menopause dan pengangkatan ovarium
- Mioma banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Karenanya pada endometriumnya biasanya ditemukan suatu hiperplasia glandularis endometrium.
Makroskopik
Pada hasil histerektomi, terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi tumor kenyal keras. Bila terjadi degenerasi kistik, konsistensinya luinak. Bila terjadi kalsifikasi, konsistensi menjadi keras.
Mikroskopik
Terdiri atas serabut otot polos, yang tersusun padat saling beranyaman. Sel berbentuk lonjong, serta sama dengan inti lonjong.Pada potongan melintang, sel berbentuk bulat dan polihedral, dengan inti bulat. Degenerasi hialin yang ditemukan berupa massa homogen, berwarna jambon tanpa mengandung inti. Degenerasi ini sering ditemukan.Kadangkala mioma mempunyai susunan sel sangat padat (hiperseluler) sehingga sulit dibedakan dengan tumor ganas miometrium yaitu leimiosarkoma.Disamping mioma uteri, dikenal pula beberapa tumor jinak lainnya, akan tetapi sangat jarang ditemukan, yaitu limfangioma, hemangioma dan hemangioperisitoma.
D. Pathways
Sel-sel otot tidak matang Idiopatik Peningkatan estrogen
( belum jelas)

Mioma Uteri

Psikologis Fisik

Cemas Torsi pada tangkai Perbesaran uteri Meluasnya permukaan
Endometrium& kontraksi uterus

Sirkulasi Penekanan VU - Hipermenorhea
- Perdarahan b’kepanjangan
Nekrosis Poliuri
Gangguan eliminasi
Peradangan Anemia

Nyeri
Komplikasi
- Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma hanya 0,32 – 0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus bila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
- Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilan sindroma abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metrorhagia atau menorrhagia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
Pemeriksaan Diagnosis
- Pemeriksaan bimanual : Mengungkapakan tumor padat uterus yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak kesamping seringkali teraba berbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus.
- USG Abdominal dan transvaginal.
Terapi :
Tidak semua mioma uteri memerlukan pembedahan. Pengobatan mioma uteri antara lain ;
GnRH agonist (GnRHa) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di miometrium sehingga uterus dalam keseluruhannya menjadi lebih kecil.
Pengobatan operatif yaitu :
- Miomektomi : pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uteri
- Histerektomi
Radioterapi
Bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause. Radioterapi dikerjakan jika terdapat kontra indikasi untuk tindakan operatif dan jika ada keganasan uteri.

Pengkajian
Keluhan utama
Ada massa di perut bawah, Menorrahgi, Rasa berat pada perut, Dysmenorhe, Perdarahan, Nyeri perut bagian bawah, Gangguan eliminasi.
Riwayat perkawinan
Riwayat haid, menarche
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum, TTV, TB/BB, Px Fisik.


Diagnosa Keperawatan
Cemas berhubungan dengan ketidakpastian diagnosa dan ketakutan kemungkinan menjadi ganas
Nyeri berhubungan dengan tekanan pada urat saraf
Resiko tinggi terjadi gangguan seksual berhubungan dengan adanya dispareunia
Gangguan eliminasi urine : sering berkemih berhubungan dengan penekanan pada kandung kemih

Intervensi :
Cemas berhubungan dengan ketidakpastian diagnosa dan ketakutan kemungkinan menjadi ganas
- Kaji kemampuan pasien dan atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan perasaan
- Bantu dalam menangani reaksi emosional terhadap penyakit
- Dorong untuk memberikan waktu untuk mengungkapkan masalah
- Berikan informasi tentang penyakit dan perbaiki kesalahan konsep
- Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan / support
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi ketrampilan koping yang positif
Hasil yang diharapkan :
- Pasien mengekspresikan pemahaman tentang penyakitnya
- Pasien mampu menggunakan ketrampilan koping positif dalam mengatasi masalah
- Cemas berkurang

Nyeri berhubungan dengan tekanan pada urat saraf
- Kaji nyeri, karakteristik, lokasi nyeri
- Kaji faktor yang menyebabkan nyeri
- Ajarkan dan kaji dengan berbagai teknik pengurangan nyeri
- Pertahankan tirah baring dalam posisi nyaman dan lingkungan tenang
- Kolaborasi pemberian analgetik
Hasil yang diharapkan :
- Pasien mengungkapkan nyeri berkurang
- Pasien terlihat relaks dan nyaman

Resiko tinggi terjadi gangguan seksual berhubungan dengan adanya dispareunia
- Anjurkan klien untuk melaksanakan fungsi seksual dengan metode yang lain
- Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya kepada pasangannya
Hasil yang diharapkan :
- Klien dan pasangan menyadari dan bisa menerima keadaannya
Gangguan eliminasi urine : sering berkemih berhubungan dengan penekanan pada kandung kemih
- Beri penjelasan tentang penyebab perubahan pola berkemih klien
- Berikan dan ajarkan perawatanperineal
- Pertahankan privasi klien
Hasil yang diharapkan :
- Klien dapat mengungkapkan faktor-faktor penyebab gangguan pola buang air kecil
- Klien mengungkapkan dan mendemonstrasikan kebersihan setelah BAK

3. KISTA OVARII
Kista Ovarium dalam kehamilan dapat menyebabkan nyeri perut oleh karena putaran tangkai, pecah atau perdarahan.

Penilaian Klinik
§ Kista ovarium putaran tungkai atau perdarahan biasanya terjadi :
§ Kadang-kadang kista ovarium ditemukan pada pemeriksaan fisik, tanpa ada gejala (asimptomatik)
Pathways
Ada masa di abdomen

Nyeri perut tapi tidak dijumpai perdarahan

Kista Ovarium
Ansietas
Laparatomi
Penanganan
§ Pada kista ovarium dengan keluhan nyeri perut dilakukan laparatomi
§ Pada kista ovarium asimptomatik, besarnya > 10 cm dilakukan laparotomi pada trimester kedua kehamilan
§ Kista yang kecil (15 cm) umumnya tidak memerlukan tindakan operatif
§ Kista 5-10 cm memerlukan observasi, jika menetap atau membesar lakukan laparotomi
§ Jika pada laparotomi ada kemungkinan keganasan, pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap untuk evaluasi dan penanganan selanjutnya

NCP
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, perubahan pada status kesehatan
§ Berikan informasi yang aktual dan akurat tentang prosedur
§ Beritahukan klien kemungkinan dilakukannya anestesi lokal atau spinal
§ Diskusikan hal-hal yang harus diantisipasi yang dapat menakutkan pasien
§ Identifikasi tingkat rasa takut klien
§ Berikan obat sesuai petunjuk misalnya obat sedatif, hipnotis

Persiapan Pasien Pulang
Beritahukan pada pasien :
§ Luka tidak boleh kena air sampai jahitan diambil
§ Jaga kebersihan sekitar luka
§ Minum obat secara teratur sampai habis
§ Cukup istirahat
§ Diit bebas
§ Olahraga ringan setelah satu bulan
§ Hubungan seksual setelah satu bulan
§ Kontrol kembali setelah 1 minggu

4. KANKER SERVIKS
Pengertian
Kanker serviks adalah gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks.

Etiologi
Sebab langsung dari kanker rahim belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang penting jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang cotus pertama (coitarcheI) dialami pada usia amat muda (< 16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek), aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang bersuami disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HIV tipe 16 atau 18, dan mempunyai kebiasaan merokok.

Manifestasi klinik
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%)
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama lebih sering terjadi, juga di luar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II dan III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah menopause bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan general anestesi untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain yang timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum stadium akhir, penderita meninggal akibat perdarahan eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF), akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total.



Klasifikasi Klinis
Ada beberapa Klasifikasi klinis menurut IFGO yaitu :
Stadium O : Carsinoma in situ = Ca intraepitelial = Ca Preinvasif
Stadium I : Ca terbatas pada serviks
Stadium Ia : Disertai invasi dari stroma (preclinical Ca) yang hanya diketahui secara histologis.
Stadium Ib : Semua kasus-kasus lainnya dari Stadium I
Stadium II : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke panggul, telah mengenai dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal
Stadium III : Sudah sampai dinding panggul dan 1/3 bagian bawah vagina
Stadium IV : Sudah mengenai organ-organ lain.

Diagnosa stadium O s/d Ia hanya dapat ditentukan secara mikroskopis maka disebut mikrocarsinoma.

Pemeriksaan Diagnostik
Tes seleksi tergantung riwayat, manifestasi klinis dan indeks kecurigaan untuk kanker tertentu.
1. Scan ( misal : MRI, CT Scan,Gallium) dan Ultrasound: Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respon pada pengobatan.
2. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi) : dilakukan untuk diagnosis banding dan menggambarkan pengobatan. Dapat dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ, dsb.
3. Penanda tumor (zat yang dihasilkan dan disekresi oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum, misal : CEA, Antigen spesifik prostat, alfa-fetoprotein, HCG, asam fosfat prostat, kalsitonin, antigen onkofetal pankreas, CA 15-3, CA 19-9, CA 125, dsb)
4. Tes Kimia skrining : Elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium), tes ginjal (BUN, Creatinin), tes hepar (Bilirubin, AST/ SGOT, alkalin fosfat, LDH), Tes tulang (alkalin fosfat, kalsium), perubahan sel darah merah dan sel darah putih, Trombosit berkurang atau meningkat.
5. Sinar X dada : untuk menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

Terapi
* Ca In situ *
1. Histerektomi totalis + pengangkatan vagina secukupnya. Pada wanita muda ditinggalkan 1 atau 2 ovarium. Tidak dilakukan radioterapi karena :
a. Dapat menyebabkan menopause pada wanita muda
b. Ada beberapa kasus yang resisten terhadap radioterapi
2. Amputasi serviks atau konisasi. Dilakukan pada wanita muda yang masih ingin punya anak dengan syarat : bila lesinya kecil sekali, dapat dilakukan pemeriksaan smear secara teratur, penderita cukup intelegensinya untuk mengerti arti penyakitnya.
Setelah konisasi kemungkinan untuk hamil lebih kecil karena ada perubahan pada serviks.
Terapi bagi stadium Ib keatas : makro carsinoma yaitu dengan terapi radiasi.

Diagnosa Keperawatan
Ansietas (tingkatan) berhubungan dengan krisis situasi (kanker), ancama kematian.
Ditandai dengan : peningkatan ketegangan, gemetar, ketakutan, gelisah
Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (kompresi/ destruksi jaringan saraf, infiltrasi saraf atau suplai vaskularnya, obstruksi jaras saraf, inflamasi efek samping berbagai agen terapi saraf.
Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan perubahan fungsi / struktur tubuh.

Catatan : Intervensi dan rasionalnya dapat dilihat di buku Rencana perawatan maternal dan bayi oleh Marilynn E Doenges, Jakarta : EGC.

5. KANKER MAMAE
A. Pengertian
Kanker payudara adalah gangguan yang dapat mempengaruhi organ dalam tubuh ditandai dengan oleh proliferasi sel abnormal jaringan epitel pada duktus lafiferis atau lobulus pada payudara, membentuk massa yang padat, terbentuk tumor yang sering disebut neoplasma. Neoplasma kemudian menyebar ke jaringan sekitar dan akhirnya mempengaruhi fungsi normal.

B. Etiologi
- Tidak ada satupun penyebab spesifik dari kanker payudara, sebaiknya serangkaian faktor genetik hormonal dan kejadian lingkungan dapat menunjang terjadinya kanker. Bukti yang bermunculan menunjukkan bahwa perubahan genetik berkaitan dengan kanker payudara, namun apa yang menyebabkan perubahan belum diketahui.
- Perubahan genetik ini termasuk perubahan/mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein baik yang menekan/meningkatkan perkembangan kanker payudara.
- Hormon yang dapat berpengaruh dalam kanker payudara adalah normal hormon steroid yang dihasilkan ovarium (hormon estrodiol dan hormon progesteron).
- Meskipun belum ada penyebab spesifik dari kanker payudara, para peneliti mengidentifikasi sekelompok faktor resiko sebagai berikut :
1. Riwayat pribadi tentang kanker payudara
Resiko mengalami kanker payudara pada payudara sebelahnya meningkat hampir 1% tiap tahun.
2. Anak perempuan/saudara perempuan (hubungan langsung keluarga) dari wanita dengan kanker payudara.
Resikonya meningkat 2x lipat. Jika ibunya terkena kanker sebelum berusia 60 tahun. Resiko meningkat 4-6 x. Jika kanker payudara terjadi pada dua orang saudara langsung.
3. Menarche dini, resiko meningkat pada wanita yang mengalami menarche sebelum 12 tahun.
4. Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama wanita yang hanya anak pertama, setelah usia 30 tahun mempunyai resiko 2 x lipat dibanding dengan mereka yang punya anak sebelum 20 tahun.
5. Menopause pada usia lanjut (>50 tahun).
6. Riwayat penyakit payudara jinak. Wanita yang mempunyai tumor payudara di sekitar perubahan epitel prliferasi mempunyai resiko 2 x lipat untuk mengalami kanker payudara.
7. Pemajanan terhadap wanita setelah masa pubertas dan sebelum usia 30 tahun.
8. Obesitas, resiko terendah diantara wanita pasca menopause.
9. Kontrasepsi oral.
10. Therapi pengganti hormon.
Terdapat laporan yang membingungkan tentang resiko kanker payudara pada terapi pengganti hormon. Wanita yang menggunakan estrogen suplemen dalam jangka panjang mengalami peningkatan resiko. Sementara penambahan progesteron terhadap pengganti estrogen meningkatkan insiden kanker endometrium. Hal ini tidak menurunkan resiko kanker payudara.
11. Masukan alkohol
Sedikit peningkatan resiko ditemukan pada wanita yang mengkonsumsi alkohol, bahkan hanya dengan sekali minum dalam sehari. Resiko 2 x lipat diantara wanita yang minum alkohol 3 x /sehari. Temuan riset menunjukkan wanita muda minum alkohol lebih rentan mengalami kanker payudara (Brunner & Suddarth, Danielle Gale).

C. Tahapan Kanker Payudara
Tahapan klinik yang paling banyak digunakan untuk kanker payudara adalah sistem klasifikasi TNM yang mengevaluasi ukuran tumor, nodus limfe yang terkena dan bukti adanya metastasis yang jauh. Sistem TNM diadaptasi oleh The America Joint Committee on Cancer Staging and Resuid Reformating. Pertahapan ini didasarkan pada fisiologi memberikan prognosis yang lebih akurat, tahap-tahapnya adalah sebagai berikut :
Tahap I : tumor kurang dari 2 cm, tidak mengalami nodus
Tahap II : tumor yang lebih besar dari 2 cm, kurang dari 5 cm, dengan nodus limfe terfiksasi negatif/positif. Tidak terdeteksi metastasis
Tahap III : tumor > 5 cm atau tumor dengan sembarang tempat yang menginvasi kulit/dinding, nodus limfe terfiksasi positif dalam area klavikular, tanpa bukti metastasit
Tahap IV : terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran dengan nodus limfe normal/kankerlosa dan metastase janin

D. Tipe Kanker Payudara
1. Karsinoma duktal, menginfiltrasi.
Tipe paling umum (75%) bermetastasis di nodus axila, perognosa buruk.
2. Karsinoma lobuler menginfiltrasi (5-10%)
Terjadi penebalan pada salah satu/2 payudara bisa menyebar ke tulang, paru, hepar, otak.
3. Karsinoma medular (60%)
Tumor dalam capsul, dalam duktus, dapat jadi besar, tapi meluasnya lambat.
4. Kanker musinus (3%), menghasilkan lendir, tumbuh lambat, prognosis lebih baik.
5. Kanker duktus tubulen (2%)
6. Karsinoma inflamatom (1-2%) : jarang terjadi, gejala berbeda nyeri tekan dan sangat nyeri, payudara membesar dan keras, edema, retraksi puting susu, cepat berkembang (Brunner & Suddart).



E. Tanda dan Gejala Kanker Payudara
1. Fase awal : asimtomatik
2. Tanda umum : benjolan/penebalan pada payudara
3. Tanda dan gejala lanjut : kulit cekung
- Retraksi/deviasi puting susu
- Nyeri tekan/raba
- Kulit tebal dan pori-pori menonjol seperti kulit jeruk
- Ulserasi pada payudara.
4. Tanda metastase : nyeri pada bahu, pinggang, punggung bawah
- Batuk menetap
- Anoreksia
- BB turun
- Gangguan pencernaan
- Kabur
- Sakit kepala

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Mammografi
Menemukan kanker insito yang kecil yang tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik.
2. SCAN (CT, MRI, galfum), ultra sound.
Untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, respon pengobatan
3. Biopsi (aspirasi, eksisi)
Untuk diagnosis banding dan menggambarkan pengobatan
4. Penanda tumor
Zat yang dihasilkan dan disekresi oleh dalam serum (alfa feto protein, HCG asam fosfat).
- Dapat menambah dalam mendiagnosis kanker tetapi lebih bermanfaat sebagai prognosis/monitor terapeutik.
- Reseptor estrogen/progesteron assay yang dilakukan pada jaringan payudara untuk memberikan informasi tentang manipulasi hormonal.
5. Tes skrining kimia : elektrolit, tes hepar, hitung sel darah.
6. Foto toraks
7. USG

G. Pathways Kanker Payudara
Faktor genetik
Hormonal
Lingkungan
Faktor resiko
Area sensorik/
motorik
Nyeri
Hiperplasia sel
Perkembangan sel atipik
Carsinoma sel insitu
Massa
Non -Operatif
Sinostatika
Radiasi
Kerusakan jaringan
Post radioterapi
Kekeringan muka
Gangguan integritas kulit
Menekan bor morrow
Kekeringan klj. rambut
Sist. hemopoltik terganggu
Anemia
trombositupeni
Lekopenia
Resti infeksi
Ggn citra tubuh
< cairan
Gangguan sistem gastro intestinal
Mual/muntah
BB ¯ nafsu makan ¯
Gangguan nutrisi
Alopesia
Operatif
Jaringan terputus
< perawatan diri karena imobil


























H. Penatalaksanaan
Ada 3 kombinasi
- Pembedahan
- Kemoterapi
- Radiasi
1. Pembedahan
Biopsi biasanya jenis pemebedahan pertama bagi seorang wanita dengan kanker payudara.
Tujuannya adalah menentukan bila ada masa malignasi dan untuk mengetahui jenis kanker payudara, ada 2 prosedur :
a. Prosedur satu tahap
Anestesi umum dengan potongan beku cepat, bila potongan memperlihatkan malignasi, ahli bedah melakukan mastektomi.
b. Prosedur 2 tahap : - biopsi dengan anestesi lokal
- klien dipulangkan

2. Terapi Radiasi
Untuk pengobatan tahap 1 & 2
Keuntungan : kontrol tumor lokal/pemeliharaan payudara
Efek : Reaksi kulit
Fraktur tulang kosta
Pneumonitis
Limfodema

3. Kemoterapi
a. Cara pemberian obat sitostatika dapat dilakukan secara :
1) Per Oral (PO)
2) Sub Cutan (SC)
3) Intra Muskuler (IM)
4) Intra Arteri (IA)
5) Intra Vena (IV)
6) Intra Thecal (lewat fs. lumbal)
7) Intra peritongal (pleural)
b. Pemilihan vena dan tempat penusukan
1) Kemoterapi dapat membuat iritasi pada vena dan jaringan lunak
2) Tempat penusukan harus diganti setiap 72 jam (3 hari)
3) Vena yang cocok untuk penusukan terasa halus, lembut, cukup besar (jangan vena yang menonjol dan keras)
4) Vena yang baik dan sering digunakan : basilic, chepalic, metacarpal.


c. Persiapan kemoterapi
1) Ukur BB, TB, luas badan, darah lengkap, FS. Ginjal, Fs. Liver, gula darah urine lengkap, EKG, Thorax Ap/lat, ECSW, BMP.
2) Periksa program terapi yang digunakan, waktu pemberian obat sebelumnya.
3) Periksa nama klien, dosis obat, jenis obat, cara pemberian obat.
4) Periksa informed concent (klien dan keluarga)
5) Siapkan obat sitostatika.
6) Siapkan cairan Na (L 0,9%, MA 5% atau intralit)
7) Pengalas plastik, kain
8) Gaun lengan dengan panjang, masker, topi, kacamata, sarung tangan, sepatu.
9) Spuit dispossible 5cc, 10 cc, 20 cc, 50 cc.
10) Set infus dan cateter kecil (ababat)
11) Alkohol 70% + kapasitas steril (suatu alkohol).
12) Bak spuit besar
13) Lebel obat
14) Pastik (pembuang bekas)
15) Kardex (catatan khusus)

d. Cara kerja :
1) Semua obat dicampur oleh staf farmasi (ahli), kemudian ke bangsal perawatan dalam tempat khusus tertutup. Perawat menerima dengan catatan : (nama klien, jenis obat, dosis obat dan jam pencampuran).
2) Atau pencampuran dilakukan di ruang khusus tertutup.
- Meja dialasi pengalas plastik dan kain.
- Pakai gaun lengan panjang, topi, masker, kacamata dan sepatu
- Ambil obat sitostatika SSI program, larutkan dengan NaCl 0,9%, Dextrose 5% atau intralit dan pastikan obat cukup.
- Masukkan obat ke dalam flabot NaCl 0,9% atau dextrose 5%.
- Jaga jangan sampai tumpah.
- Buat label (nama klien, jenis obat, tanggal, jam pemberian, akhir pemberian).
- Masukkan dalam kontrinen yang telah disediakan
- Masukkan sampai pada kantong khusus (plastik).



e. Cara pemberian :
1) Periksa : nama klien, jenis obat, dosis, banyaknya cairan, cara pemberian, waktu pemberian.
2) Pakai proteksi
3) Lakukan teknik aseptik dan antiseptik
4) Pasang pengalas dan kain.
5) Berikan anti mual ½ jam sebelum pemberian kemoterapi
6) Lakukan aspirasi dengan NaCl 0,9%
7) Berikan obat kanker pelan-pelan.
8) Bila selesai bilas dengan NaCl 0,9%.
9) Semua alat habis pakai masuk kantong plastik.
10) Buka kain proteksi, masukkan plastik.
11) Catat semua prosedur.
12) Awasi keadaan kline per ½ jam.
(Simposium keperawatan kemoterapi, 2003).
(Barbara E, Reevens, Bronen & Sudden)


f. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tanda : S : Trauma pembedahan
O : ¬ nadi, respirasi, akpasi wajah tegang, kesakitan.
Tujuan : Meredakan nyeri.
Intervensi : - Kaji skala nyeri
- Tinggikan lengan yang sakit dari siku (bahu)
- Hindari pengukuran TD, infeksi, pengambilan darah di daerah yang sakit.
- Anjurkan latihan aktif dan pasif pada lengan sakit.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan dan efek radiasi.
Tanda : S :
O : - Pengangkatan jaringan
- Perubahan elastisitas kulit
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit
Intervensi : Observasi daerah operasi
- Inspeksi jumlah perdarahan, warna kulit
- Lakukan ganti balut tiap hari
- Jelaskan pada klien sensasi menurun pada area operatif
- Jelaskan pada klien tanda-tanda infeksi.
3. Gangguan cairan tubuh berhubungan dengan mastektomi dan efek samping radiasi dan kemoterapi.
Terapi : S : Klien mengekspresikan perasaan malu/minder
O : Kehilangan payudara
- Bentuk tubuh yang tidak bagus.
Intervensi : Berikan support pada klien untuk melihat insisi pembedahan
- Fasilitas sistem pendukung keluarga (pasangan/keluarga) klien.
- Jawab pertanyaan klien dan dampak yang diharapkan atas gaya hidup.
- Evaluasi perasaan klien mengenal hilangnya payudara identitas seksual, hubungan citra tubuh.
- Berikan kesempatan pada klien rasa berduka cita atas kehilangan payudara.
- Izinkan klien untuk mengungkapkan emusi negatif (marah).
- Anjurkan pada klien untuk komunikasi terbuka klien dengan keluarga.
- Anjurkan klien untuk mengunjungi klien lain yang mempunyai penyakit yang sama, dengan kemampuan koping yang baik.

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek kemoterapi, radiasi.
Tanda : S :
O : Mual, muntah
- Adanya stomatitis, diare
- Anoreksia, BB ¯
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi : Kaji riwayat BB dulu dan pemasukan makan
- Diskusikan antara pemasukan dan penurunan BB
- Berikan teknik untuk mengatasi mual
- Observasi adanya distensi abdomen
- Sajikan makanan sesuai selera klien.
- Kolaborasi antiemetik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gale, Danielle, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta.
2. Brunner & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2, Jakarta, EGC.
3. Doenges, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC.
4. Price, Anderson (1995), Patofisiologi Proses Penyakit, Edisi 4, Buku Kedua, Jakarta, EGC.
5. Simposium Keperawatan, (2003), Kemoterapi, Semarang.
6. Bobak, Irene M, Margareth Duncan Jensen, Maternity & Gynecologic Care: The Nurse and The Family fifth edition, Phildelphia : Mosby Year Book, 1993.
7. Ida Bagus Gde Manuaba, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC, 1998.
8. Hanifa Wiknjosastro, Ilmu Kandungan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997.
9. Sarjadi, Patologi Ginekologik, Jakarta : Hipokrates, 1995.
10. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD, Ginekologi, Bandung, 1999.
11. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal edisi I cetakan 2, Jakarta, 2001.
12. Tucker, Susan Martin, Marry M Canobbio, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi edisi V Volume 4alih bahasa Yasmin Asih, Jakarta : EGC, 1998.
http://keperawatanindonesia.blogspot.com/2007/12/gangguan-sistem-reproduksi.html